
Tetapi sejak kapan
peraktek Suanggi ini dilakukan, hingga kini belum terungkap.Bab, kemungkinan
besar, penganut ilmu Suanggi ini sangat berhati-hati dalam menjalankan aksinya
hingga tak ada informasi yang keluar. Para pemilik ilmu ini juga tidak dengan
mudah membagi atau menurunkan ilmunya pada orang yang tidak jelas asal-usulnya.
Ilmu Suanggi ini juga hanya dipraktekkan hanya kaum pria saja.
Menurut cerita yang disampaikan oleh Undoapi
(penekun Suanggi) kegiatan mereka sangat tertutup. Hanya orang-orang tertentu
saja yang mengenalinya. Bahkan sesama satu suku sekalipun. Tidak ada yang tahu
tentang jenis tanaman apa dalam praktek ini, kecuali penekunnya sendiri.
Selain untuk tugas
mencederai dan bahkan membunuh, ilmu Suanggi ini juga sebagai sarana untuk
memberi ‘makan’ pada makhluk halus atau ilmu gaib kepunyaannya. Seperti penekun
kuyang di Kalimantan itulah kira-kira.
Kalaupun toh bisa
dikatakan pembeda antara penekun Suanggi dan Santet atau sebangsanya, penekum
Suanggi ini tidak bisa membunuh atas keingiannya sendiri. Dia hanya bisa
menjalankan tugas manakala ada pesanan dari orang lain. Tugas ini biasanya
dilatarbelakangi oleh dendam keluarga secara turun temurun, misalnya hukuman
atas perzinahan yang dilakukan oleh korban ataupun karena kudeta kekuasaan.
Suksesi Undoapi misalnya, hal ini kerap terjadi.
Tentu saja hal ini
bukanlah gratis, ada uang ada barang begitulah hukumnya. Namun bukan perkara
nilai nominal saja yang mesti ditanggung oleh seorang pemesan, konsekuesi lain
pun ada dalam transaksi ini. Misalnya, bila keluarga korban melakukan tindakan
balasan dengan menggunakan jasa penekun Suanggi lainnya.
Tak jarang dalam kasus
transaksi ini, penekun Suanggi bisa saja menjadi agen ganda alias membelot dan
malah mengeksekusi kliennya. Biasanya hal ini karena faktor kedekatan emosional
antara pelaku dan calon korban. Tak ada makan siang yang gratis, itulah sebutan
yang pas.
Seperti halnya Santet,
nilai nominal sebagai imbalan untuk menyelesaikan proyek membunuh dalam senyap
ini juga variatif. Di masa lalu, pengguna Suanggi dijanjikan hal-hal yang
menggiurkan. Tapi yang wajib dalam hal ini, selain nominal uang tentunya,
adalah kain Timor kualitas 10 mata (saya kurang tau modelnya kainnya seperti
apa), jika dinilai uang kain ini bisa mencapai Rp. 15 juta perlembar. Kain
Toba, senilai Rp. 30 juta, babi dan sejumlah uang.
Tapi ada juga yang
bilang, karena ketatnya persaingan para dukun Suanggi kini ‘hanya’ mematok
harga antara Rp. 7-10 juta belum termasuk babi. Serupa dengan Santet, semakin
tinggi status sosial calon korban, maka harganya menjadi mahal. Hal serupa juga
berlaku pada Suanggi.
Dalam Suanggi
setidaknya dikenal ada dua macam cara dalam mencapai tujuan. Pertama cara halus
tapi lambat, atau cara kasar tapi cepat. Cara lambat memang membutuhkan waktu,
namun konon sangat efektif. Cara ini dipilih biasanya untuk menghindari balas
dendam dari keluarga korban. Prakteknya, cara lambat ini menggunakan doti-doti
atau teknik racun.
Doti adalah praktek
pengiriman ilmu gaib melalui media angin. Konon, hanya dengan menjetikkan jari
sejumlah benda asing akan masuk ke tubuh korbannya. Cara ini sangat mirip
dengan santet. Bedanya, benda yang masuk berupa kulit kayu merah atau mereva,
halia merah dan benda-benda berbahaya lainnya.
Saat benda-benda asing
itu masuk ke dalam tubuh reaksinya akan merusak jaringan dan keseimbangan tubuh
tapi hanya dukung Suanggi yang mumpuni saja yang bisa melakukan cara seperti
ini. Sebab, jika arah angin tidak menuju rumah korban cara ini tak akan menuai
hasil. Alih-alih membunuh korban, saat angin berbalik arah misalnya, cara ini
bisa membunuh diri sendiri.
Berbeda dengan cara
cepat. Cara ini ekstrem, namun sangat efektif. Penekun Suanggi konon terlebih
dahulu menginvestigasi terlebih dahulu calon korban dalam waktu tertentu.
Mirip-mirip dalam praktet Santet Margopati. Aksi akan dilancarkan saat korban
sedang sendirian. Awalnya korban akan dilempari kerikil, tentu saja bukan
kerikil biasa, kerikil yang sudah dimanterai sehingga korbannya langsung
semaput alias pingsan. Kalau kita paling langsung buru-buru cari minyak angin.
Tapi tidak bagi dukun Suanggi, melihat calon korbannya sedang tak sadar
tersebut, langsung akan memasukkan ilmu gaibnya yang berbentuk telur ke dalam
mulut korban.
Nah, telur tersebut
adalah manisfestasi hewan gaib berbentuk kadal, ketika sudah masuk kedalam
perut korban telur tersbut berubah bentuk menjadi kadal. Akibatnya bisa
ditebak, kadal tersebut akan menggerogoti organ korbannya dari dalam. Hasilnya
pun jelas, mati.

Dampak yang mematikan
dari ulah Suanggi ini dapat dikurangi dengan cara mengenali ciri-ciri Suanggi
tengah mengincar kita. Waspadai bila tiba-tiba bau kus-kus. Sayangnya saya
belum pernah tau bau kus-kus jadi tidak bisa mempersamakannya dengan bau
tertentu. Bila mencium bau seperti ini, lebih baik masuk rumah. Jangan halangi
jalan mereka. Begitulah penuturan Undoapi.
Dan yang terakhir,
biasanya saat seseorang berpapasan dengan Suanggi atau berdekatan dengan
penekun Suanggi, maka yang pasti dapat langsung dikenali adalag berdirinya bulu
kuduk. Jantung berdebar-debar. Hal ini terjadi karena secara alamiah Suanggi
mengeluarkan energi negative dalam jumlah besar. Aura inilah yang memicu panas
pada orang-orang yang berada disekitarnya.
MNC WORLD NEWS
Glimpse From The Past –
Indonesia’s Urban Legend
(Ki Cokro ST)
undoapi itu kepala adat, janan asal tulis dan copas saja..
BalasHapus