Tokoh pejuang gerilya Pangeran Diponegoro, identik dengan
berkuda dan bersurjan putih bersenjatakan keris asal tanah Jawa. Dalam kiprah
perjuangannya, Sejarah mencatat, bahwa Pangeran
Diponegoro tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan tempat keramat, yaitu Goa
Selarong.
Pada masa perlawanan Diponegoro terhadap Belanda pada tahun 1825 sampai 1830, Goa Selarong merupakan kunci keberhasilan perjuangan Diponegoro dan pasukannya. Disamping untuk tempat persembunyian, tempat ini juga dijadikan sebagai markas untuk mengatur strategi guna mengusir kompeni dari tanah Jawa.
Letak wilayah Goa Selarong termasuk
ke dalam wilayah Dusun Kembang Putihan, Kelurahan Guwosari, Kecamatan Pajangan,
Bantul, Yogyakarta. Letaknya berada di selatan Kota Gudeg ini, kira-kira
berjarak 30 km dari pusat kota atau jika menggunakan perjalanan darat akan
memakan waktu sekitar 45 menit.
Kompleks Goa Selarong terletak di lokasi perbukutan kapur
setinggi kurang lebih 35 m yang dipenuhi oleh pepohonan yang labat nan rindang.
Letaknya sangatlah curam, kemiringan bisa sekitar 45 derajat. Untuk mencapainya
harus meniti ratusan anak tangga sejauh 400 m untuk bisa sampai ke tempat itu.
Goa Selarong ini berbentuk sempit dengan lebar kira-kira
hanya 3 m dan tinggi yang tak lebih dari 2 m, sedangkan panjang ke dalamnya
cuma sekitar 3 m saja. Tidak ada yang istimewa dari bentuk Goa Selarong ini.
Orang Jawa menyebut goa jenis seperti ini dengan sebutan goa buntet alias buntu
tidak tembus berlubang. Jadi, goa ini merupakan cekungan cadas biasa saja tanpa
ada tembusannya ke dalam.

“Walaupun goa tersebut buntu, namun Pangeran Diponegoro dan
pengawalnya bisa menembusnya hingga ke dalam, seolah bisa tinggal berada di
dalam bukit tersebut. Jadi, Goa Selarong hanyalah sebagai pintu gaib masuknya
saja dan goa yang sebenarnya masih berada jauh di dalamnya,” katanya.
Itulah sebabnya yang membuat mengapa Pangeran Diponegoro dan
pasukan setianya akan sangat sulit ditangkap dan sama sekali tidak pernah
tersentuh atau sekalipun terlihat oleh mata pasukan Belanda, jika sedang
bersembunyi di Goa Selarong ini.
Walaupun pasukan Belanda telah sampai di kompleks tersebut,
namun pasukan kompeni tetap saja tidak dapat melihat bahwa sebenarnya terdapat
ratusan pasukan Diponegoro bersembunyi di dalam Goa Selarong. Pasukan kompeni
hanya berputar-putar di lokasi dan hanya bisa melihat gunungan batu cadas yang
tak berpenghuni.
Tak heran jika kemudian untuk memancing seorang Diponegoro
agar mau keluar dari Goa Selarong, kompeni Belanda melalui Jendral De Kock
harus melakukan politik adu domba dengan cara mengajak berunding Diponegoro di
Magelang pada sekitar tahun 1830, untuk kemudian menangkap dan mengasingkannya
ke Makasar, Sulawesi Selatan hingga akhir hayatnya di tahun 1855.

Konon diyakini, pada kedua hari tersebut para gaib sedang
berkumpul di tempat-temat keramat, termasuk di Goa Selarong ini. Pada saat
itulah, dari malam hari sampai subuh tebaran aroma seperti dupa dan kemenyan
pasti sangat jelas menyeruak dari Goa Selarong ini.
Pun demikian, ada beberapa pantangan yang tidak boleh
dilakukan di Goa Selarong ini, yaitu meminta pesugihan atau meminta nomor
togel. “Hal itu yang sangat tidak disukai oleh gaib di Goa Selarong tersebut.
Jika itu dilanggar, pasti bencana akan menimpa siapa saja yang melanggarnya,” juru
kunci.
Bencana
tersebut bisa langsung terjadi di tempat itu juga, seperti misalnya terpeleset
atau terjatuh dari tebing hingga berakibat kematian. Kalaupun tidak di tempat
tersebut, dilain tempat bencana itu pasti akan menghampiri. “Kalau mau mencari
pesugihan atau mencari nomor, jangan di tempat sini, mending mencari di tempat
lain saja,” kta juru kunci.
MNC WORLD NEWS
Glimpse From The Past –
Indonesia’s Urban Legend
(Ki Cokro ST)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar