
Percaya atau tidak, seperti halnya
situs-situs kuna lainnya di Jawa Tengah, Rawa Pening menyimpan legenda bagi
masyarakat di sekitar. Legenda ini berkait erat dengan sosok Baru Klinting,
ular naga yang terlahir dari Ki Ajar dan Nyai Selakanta, dua tokoh yang
disegani di desanya. Nyai Selakanta yang mengandung harus menerima kenyataan
jika anaknya berubah wujud menjadi ular, tepat setelah ia alpa menaruh pisau di
pangkuannya ketika bersih desa.
Menginjak usia remaja, Baru
Klinthing menemui ayahnya di pertapaan yang berada di lereng gunung Telomoyo.
Baru Klinthing kemudian diuji untuk bertapa sembari melingkarkan tubuhnya di
gunung Telomoyo. Sayang, wadag Baru Klinthing harus dipotong-potong warga desa
di lereng gunung yang akan melakukan pesta sedekah bumi. Mereka tak tahu bahwa
yang mereka sembelih adalah putra Ki Ajar yang tengah bertapa.

Keangkuhan warga desa yang tak menerima kehadiran Baru
Klinthing, menjadikan Baru Klinthing membuka sayembara. Siapapun yang bisa
mencabut lidi yang ditanamnya, maka mereka benar-benar warga yang tak
tertandingi. Namun apa daya, mulai dari kaum remaja sampai tua, tak ada yang
sanggup mencabut lidi itu. Merasa warga desa sudah kalah, hanya dengan sekali
cabut, Baru Klinthing berhasil menarik lidi dari tanah.
Seketika itu air bah terus menyembur dari lubang bekas
tancapan lidi. Desa yang dipenuhi dengan kesombongan itupun luluh lantak.
Kecuali sang nenek yang telah memberi makan untuk Baru Klinthing. Mereka berdua
pun selamat dari air bah yang kemudian menjelma menjadi Rawa Pening. Konon,
bekas lidi dan tanah yang tercabut, menjelma menjadi Gunung Kendhalisadha.
Kalau Anda berjalan-jalan ke Kabupaten Demak, silakan
luangkan waktu sejenak ke makam Sentana Ratu yang berlokasi di belakang Masjid
Agung Demak. Di sana disemayamkan “nenek” Baru Klinting yang telah memberinya
makan, yang disebut dengan Nyai Lembah. Makam beliau terlindungi oleh cungkup
yang nampak menonjol dibanding makam-makam yang lain. Bahkan konon, lesung yang
tinggal berwujud papan juga masih bisa ditemui di cungkup tersebut.
Konon,
Nyai Lembah ikut berkiprah sebagai salah satu penasehat untuk menentukan letak
Masjid Agung Demak. Lokasi pertama yang akan didirikan masjid adalah sebuah
daratan yang dikenal dengan nama Sawah Mendung. Tetapi atas petunjuk Nyai
Lembah, tempat ibadah yang akan didirikan sebaiknya berada di tempat tumbuhnya
serumpunan tanaman Glagah Wangi. Sekarang, bekas lokasi itu telah menjadi
tempat pengimaman Masjid Agung Demak.
Glimpse From The Past –
Indonesia’s Urban Legend
(Ki Cokro ST)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar