![]() |
Batu Meteor |
Dalam literaturnya, batu
meteor ini, mayoritas menyatakan bahwa meteor (irons meteorite) adalah
mengandung kristal Fe/Ni (besi dan nikel). Dalam sejarah perkerisan, catatan
yang bisa dipertanggung jawabkan adalah ketika meteor jatuh di desa Klurak di
daerah Prambanan. Meteor ini sebetulnya tidak tunggal. Ada yang seukuran
<1m3 (Kanjeng Kyai Pamor) dan disertai dengan ratusan kerikil dan bebatuan
yang tersebar di sekeliling area kubangan bahkan melintas sekian kilometer dari
lokasi utama.
Ada diantaranya yang seukuran buah
kelapa (dihadiahkan kepada keraton Hamengku Buwana). Sri Susuhunan Paku Buwana
X, konon menyimpan banyak sekali meteor sertaan dari pamor Prambanan dan
disimpan dalam kantong-kantong kecil untuk dihadiahkan kepada mereka yang
berjasa kepada Keraton. Meteor dianggap sebagai jimat yang terbaik dibanding
benda-benda yang ada di bumi.
Kepercayaan itulah yang menggugah
para raja untuk menjadikan meteor sebagai bahan pamor. Sesuai filosofi
”manungaling kawula Gusti”, dimana meteor berasal dari bapa akasa, disatukan
dengan besi (pasir besi dari ibu Bumi). Dalam dekade jaman Paku Buwana inilah
jelas sekali bahwa meteor telah digunakan sebagai bahan pamor.
Dalam lintasan sejarah, meteor
Prambanan jatuh pada pertengahan abad 18 (1749), dimasa pemerintahan Sunan Paku
Buwana III, pada waktu itu hanya beberapa kerikil meteor dibuat untuk keris,
terutama diserahkan kepada empu Brojoguna. Pada pemerintahan Sunan Paku Buwana
IV, meteor Prambanan yang disebut Kanjeng Kyai Pamor yang sebesar 1m3 itu mulai
dipergunakan pula.
Namun ini juga tidaklah dijelaskan
secara rinci berapa banyak diambil untuk pembuatan keris, mungkin saja Paku
Buwana IV hingga selanjutnya Paku Buwana IX dan X menggunakan batu-batu meteor
sertaannya, karena pada waktu itu ratusan kerikil hingga meteor sebesar jeruk
yang diperkirakan serpihan meteor dari meteor utama, dikumpulkan dari desa
tersebut diboyong ke keraton dalam dekade hampir sepanjang tahun, para abdi dan
penduduk melakukan pencarian terus menerus di sungai-sungai bahkan hingga
mendekati areal Candi Prambanan. Bahkan perdagangan kerikil meteor terus
berlanjut. Kepercayaan terhadap jimat meteor juga masih ada hingga kini.
Penggunaan pamor keris dari batuan
kerikil meteor asal Prambanan tampaknya cukup masuk akal. Hal ini bisa kita
simpulkan jika kita meneliti pada Kanjeng Kyai Pamor tersebut, tampaknya tidak
banyak bekas pahatannya.
Meteorit adalah batu yang jatuh ke
bumi dari ruang angkasa. Terdapat tiga jenis dasar: batuan, besi dan batuan
besi atau stones, irons dan stony irons, yang masing-masing akan dibahas
berikut ini.
Tetapi sebelumnya, dari manakah
asalnya meteorit?
![]() |
Keris Pamor Batu Meteor |
Mayoritas terbesar berasal meteor dari
sabuk asteroida, daerah dengan jutaan serpihan batu yang mengorbit di antara
Mars dan Jupiter. Serpihan-serpihan ini tidak berhasil membentuk sebuah planet,
sebagaimana yang terjadi pada serpihan-serpihan lain di lingkungan planet lain
yang jauh dari Matahari.
Beragam serpihan dari sabuk
asteroida tersebut mempunyai orbit yang berbeda dari bentuk lingkaran sampai
bentuk yang sangat membujur, selain itu juga mempunyai orbit yang tidak sama
pada bidang datarnya. Seiring dengan berjalannya waktu, karena perbedaan orbit
tersebut, terjadilah tabrakan serpihan yang mengakibatkan sebagian terlontar
dari orbitnya yang semula pada sabuk asteroida dan memasuki orbit “lintasan
bumi” yang membawanya ke bumi sebagai meteorit.
Walaupun kebanyakan meteorit berasal
dari sabuk asteroida, beberapa dari serpihan itu sekarang diketahui berasal
dari Mars dan beberapa dari Bulan kita. Meskipun demikian, asal muasal meteorit
yang langka ini juga berhubungan dengan tabrakan antar serpihan yang terjadi di
sabuk asteroida. Sama seperti serpihan asteroida masuk ke bumi, beberapa
serpihan juga mempengaruhi Mars atau Bulan, bahkan dengan energinya bisa
mencabut kepingan batu karang yang ada di Mars ataupun Bulan.
Saat kepingan-kepingan yang
tercerabut itu bisa lepas dari areanya, mereka melayang dalam jalur orbit
sampai mereka secara tak terduga tiba di bumi. Bagaimana kita tahu bahwa tipe
langka ini dari Mars atau dari Bulan? Inti jawabannya adalah bahwa susunan
kimia mereka berbeda dari susunan kimia meteorit yang berasal dari asteroida.
Keris yang telah dibuat dari sejak
jaman purwacaritra, Mataram Hindu hingga detik ini, sangatlah sulit dilacak
apakah benar bahan pamor yang menyertainya dibuat dari bahan meteor. Dibeberapa
pihak, mereka yang sangat memahami tangguh Paku Buwana, bisa membedakan jenis
pamor dari meteor dan yang bukan. Karena pada tangguh Paku Buwana (PB) pun
tidak semua keris berpamor meteor. Tetapi justru kondisi itulah yang
menghasilkan pedoman, yaitu dengan memperbandingkan setiap keris tangguh PB.
Pengamat dan kolektor yang sangat memahami tangguh PB antara lain adalah Ir.
Haryono Haryoguritno, KRA. Sani Gondoadiningrat dan beberapa senior perkerisan
seperti Ir. Brotohadi Sumadyo, Supranto dlsb, telah terbiasa menduga (bukan
memastikan) mana keris yang berpamor meteor dan yang bukan. Ada beberapa
kesimpulan yang perlu diperhatikan dan yang mungkin bisa dijadikan acuan adalah
bahwa jika mengamati tangguh PB yang menggunakan meteor pastilah pamornya
bernuansa. Ada keabu-abuan dan ada yang jernih (deling). Pamor nikel biasanya
mati (tidak bernuansa) atau orang Jawa menyebutnya dengan menteleng (melotot)
alias jreng.

Namun
demikian pada prakteknya, pegiat keris dan seniman keris Kamardikan yang mulai
mengolah pamor dari bahan meteor, tetap harus melakukan eksperimentasi terutama
pada treatment akhir setelah finishing touch bentuk keris. Karena tampaknya
empu jaman dahulu pun melakukan treatment termasuk melalui cara ”quenching”
atau sepuh, kamalan (merendam pada air welirang) dan bahkan mutih keris dan
mewarangi dengan banyak cara seperti cara di’nyek’, untuk menimbulkan estetika
dari bahan meteor yang diharapkan memberi keterpukauan pada detail pamornya,
dan bukan hanya pada jenis motifnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar