Minggu, 26 November 2017

.Perang Bubat Versi Kidung Sundayana

Mahapatih Gajah Mada
Dalam Kidung Sundayana disebutkan bahwa raja Sunda, permaisuri, dan putrinya (Dyah Pitaloka) bertolak ke Majapahit yang diiringi 200 kapal besar dan kapal kecil yang jumlahnya mencapai 2.000. dalam Kidung Sundayana ini, raja Sunda dikisahkan menaiki jung buatan Cina. Informasi dari Kidung Sundayana atau Kidung Sunda yang diterbitkan C.C. Berg dengan judul Inleiding tot de studie van het Oud-Javaansch pada 1928 ini, meski harus dikonfirmasi dengan sumber lain kesahihannya, menunjukkan bahwa jumlah rombongan dari kerajaan Sunda beribu-ribu orang.

Pun halnya Majapahit, dalam Kidung Sundayana juga digambarkan saat itu mengadakan persiapan penyambutan tamunya dari kerajaan Sunda yang tak kalah besarnya pula. Digambarkan juga raja Hayam Wuruk beserta dua pamannya, Bhre Kahuripan dan Bhre Daha sudah berkumpul di Bale Agung beserta para menteri dengan penuh suka cita. Tapi sayangnya, semua yang awalnya suka cita tersebut mendadak masygul ketika melihat raut wajah Gajah Mada yang menyiratkan rasa kecewa. Bahkan, Gajah Mada tidak sungkan dengan mencela Hayam Wuruk dengan mengatakan bahwa kurang tepat raja merendahkan diri menyongsong seorang raja bawahan.

Siapa yang tahu apakah orang-orang Sunda itu tidak datang sebagai musuh yang menyamar sebagai sahabat? Gajah Mada mempersilakan Hayam Wuruk agar tinggal di keraton dan menunggu. Hayam Wuruk yang saat itu terbilang masih belia, usianya belum genap tujuh belas tahun, menurut saja kepada keinginan Gajah Mada dengan memerintahkan semua agar kembali ke keraton dan membatalkan semua upacara penyambutan. Para menteri terkejut ketika mendengar perintah tak terduga itu, tetapi mereka takut kepada raja dan patih sehingga semua diam saja tidak menentangnya.

Setelah memaparkan secara panjang lebar perselisihan yang terjadi antara Patih Sunda bernama Anepaken dan pejabat tinggi Sunda dengan Gajah Mada yang berujung pada pecahnya perang, yang diikuti bela pati permaisuri, putri raja, dan istri para mantri Sunda yang melakukan bunuh diri di atas jenazah suami-suami mereka. Setelah itu, secara panjang lebar digambarkan bagaimana penyesalan Hayam Wuruk atas peristiwa itu, yang membuatnya ingin mengikuti jejak mempelainya ke alam baka, yang dilanjutkan upacara mendoakan arwah para korban.

Langkanya catatan historis dari peristiwa Bubat yang memalukan yang seperti sengaja ditutup-tutupi itu, pada gilirannya menimbulkan banyak tanda tanya yang berujung pada munculnya berbagai spekulasi yang melahirkan berbagai varian cerita bersifat historiografi ataupun lisan seperti cerita bahwa Gajah Mada berasal dari Galuh, cinta terpendam Gajah Mada terhadap Dyah Pitaloka, dan bahkan kisah saling cinta antara Gajah Mada dan Dyah Pitaloka.

Lepas dari pembenaran cerita-cerita semacam itu, dalam aspek kesejarahan langkanya catatan-catatan historis tentang peristiwa tragis di Bubat, telah menimbulkan sejumlah pertanyaan yang tidak mudah dijawab seperti berapakah sesungguhnya jumlah rombongan dari kerajaan Sunda yang gugur dalam peristiwa tersebut? Adakah pejabat atau prajurit Sunda yang mengiringi raja Sunda masih hidup setelah peristiwa tersebut? Di-dharma-kan di manakah jenazah raja Sunda beserta permaisuri dan putri serta pengiringnya?

Sekalipun Kidung Sunda menggambarkan kehadiran rombongan Raja Sunda dengan hitungan kapal-kapal besar sejumlah 200 ditambah kapal-kapal kecil sampai 2.000 buah, tidak ada penjelasan terperinci tentang berapa jumlah pasti rombongan raja Sunda yang terbunuh dalam peristiwa Bubat. Kidung Sunda hanya mencatat adanya 300 prajurit pengawal yang mengiringi patih Anepaken ditambah sejumlah pejabat penting kerajaan Sunda saat berselisih dengan Gajah Mada.

Selain itu, Kidung Sunda mencatat bahwa dari sejumlah prajurit pengawal raja yang sudah bertekad untuk gugur bersama sang raja, ternyata masih ada yang hidup, yang digambarkan sebagai mantri Sunda bernama Pitar yang pura-pura mati di antara jenazah para korban dan membiarkan dirinya ditangkap pasukan Majapahit. Setelah dibebaskan pasukan Majapahit, Pitar dikisahkan melapor kepada permaisuri raja Sunda dan putrinya tentang peristiwa tragis yang dialami sang raja beserta semua pengikutnya, yang membuat permaisuri, selir, putri, dan istri para mantri Sunda sepakat untuk melakukan bela pati, dengan bunuh diri di atas jenazah suami-suami mereka.

Dari cerita mantri Sunda bernama Pitar, dapat disimpulkan bahwa setelah peristiwa tragis dialami raja Sunda di Bubat, pasukan Majapahit di bawah Hayam Wuruk datang ke medan tempur Bubat. Pasukan inilah yang menemukan Pitar dan kemudian menangkap, tetapi kemudian membebaskannya. Itu menunjukkan bahwa tidak semua pasukan Majapahit di bawah komando Gajah Mada. Bahkan, pada akhir cerita Kidung Sunda digambarkan bagaimana semua orang Majapahit di bawah Bhre Kahuripan dan Bhre Daha, paman Hayam Wuruk, menyalahkan Gajah Mada, kemudian memerintahkan untuk membunuh patih tersebut.

Kidung Sunda tidak sedikit pun memberitakan letak pasti para korban Bubat di-dharma-kan. Kidung Sunda hanya menuturkan bahwa jenazah putri raja Sunda ditemukan di pesanggrahan dan bukan di Bubat. Sementara dalam cerita tutur yang berkembang dikisahkan bahwa putri Sunda di-dharma-kan di lingkungan keraton Majapahit di suatu tempat yang dinamai Citra Wulan (Rembulan yang cantik. Sekarang tersisa pada nama toponimis Trowulan).

Di kompleks situs Trowulan terdapat satu reruntuhan candi yang dikenal penduduk dengan nama Candi Kenconowungu, yaitu nama seorang ratu wanita Majapahit dalam dongeng yang biasanya dipentaskan dalam cerita Damarwulan. Apakah yang dikenal Candi Kenconowungu itu sebenarnya pen-dharma-an putri Sunda? Perlu dilakukan penelitian lebih dalam.

Sementara masih dalam kompleks situs Trowulan tidak jauh dari Candi Kenconowungu, terdapat tempat bernama Sentanarajya (Keluarga Kerajaan. Sekarang tersisa pada nama toponimis Sentanareja) di mana ditemukan situs Sumur Upas (sumur beracun). Apakah di Sentanareja ini raja Sunda beserta permaisuri dan selir di-dharma-kan? Perlu diadakan penelitian lebih lanjut.

Akibat psikologis dari peristiwa Bubat yang seperti sengaja ditutupi itu, sampai sekarang menjadikan masyarakat Sunda secara umum memiliki asumsi bahwa dalam peristiwa Bubat itu raja Sunda beserta seluruh rombongannya gugur tak bersisa. Timbulnya asumsi semacam itu dapat dipahami karena sejak pecahnya peristiwa memilukan tersebut hubungan Majapahit dengan Sunda dapat dikatakan terputus.

Perang Bubat
Apa yang terjadi di Majapahit tidak banyak diketahui pihak Sunda, demikian sebaliknya. Namun di balik semua asumsi tentang habis tanpa sisanya rombongan Sunda dalam peristiwa Bubat, perlu dilakukan penelitian untuk memperjelas apakah asumsi tersebut memiliki dasar yang bisa dibenarkan secara historis.

Lepas dari benar dan tidaknya asumsi-asumsi seputar habisnya rombongan raja Sunda dalam peristiwa Bubat, di tengah masyarakat Jawa berkembang cerita-cerita lisan dan catatan historiografi yang disertai silsilah genealogi keluarga-keluarga bangsawan keturunan Majapahit yang mengaitkan genealogi sejumlah keluarga feodal Jawa dengan orang-orang Sunda yang terlibat dalam peristiwa Bubat.

Cerita-cerita itu berkembang secara turun-temurun di dalam keluarga-keluarga yang memiliki hubungan dengan raja-raja Majapahit akhir, terutama keturunan Sri Prabu Kertawijaya (Maharaja Majapahit 1447-1451) yang masyhur dikenal dengan nama Prabu Brawijaya V.
Dalam naskah ”Tedhak Poesponegaran” (catatan silsilah genealogis keturunan Kyai Tumenggung Poespanegara, Bupati Gresik pertama, 1688-1696) diperoleh penjelasan bahwa Kiai Tumenggung Poespanegara adalah keturunan kesepuluh Maharaja Majapahit Sri Prabu Kertawijaya.

Dijelaskan dalam naskah tersebut bahwa Sri Prabu Kertawijaya adalah putra Prabu Brawijaya IV Sri Prabu Wikramawardhana dari seorang selir putri Sunda bernama Citraresmi. Dari perkawinan itu lahir Ratu Puteri Suhita dan adiknya Dyah Kertawijaya yang kelak menjadi Sri Prabu Kertawijaya. Tidak ada penjelasan tentang siapa putri Sunda bernama Citraresmi itu kecuali cerita lisan keluarga bahwa putri yang menjadi leluhur keturunan Sri Prabu Kertawijaya itu adalah putri seorang Sunda bernama Sutraja. Senapati Sutraja yang dikisahkan gugur dalam peristiwa Bubat, rupanya meninggalkan seorang istri yang mengandung yang dijadikan abdi oleh Bhre Paguhan Singhawardhana, ayahanda dari Prabu Wikramawardhana.

Meski tidak ada catatan resmi tentang selir Prabu Wikramawardhana bernama Citraresmi yang melahirkan Ratu Stri Suhita dan Sri Kertawijaya, yang pasti nama Citraresmi, Suhita, dan Kertawijaya bukanlah nama yang lazim digunakan di Jawa pada masa Majapahit maupun masa sesudahnya.

Sumber lain yang berhubungan dengan orang-orang Sunda yang terkait peristiwa Bubat adalah silsilah genealogi keturunan Aria Damar, Adipati Palembang. Dalam semua historiografi Jawa, disebutkan bahwa Aria Damar adalah putra Sri Prabu Kertawijaya dengan seorang perempuan bernama Endang Sasmitapura. Aria Damar dibesarkan oleh ibu dan uwaknya, Ki Kumbarawa di pertapaan Wanasalam (nama hutan di selatan Majapahit). Selama menjalankan tugas sebagai panglima perang Majapahit, Aria Damar dikisahkan memiliki empat istri. Dari istri bernama Sagung Ayu Tabanan lahir putra bernama Arya Jasan yang menurunkan raja-raja Tabanan di Bali.

Dari istri bernama Wahita lahir putra bernama Arya Menak Sunaya yang menurunkan raja-raja Madura. Dari istri bernama Nyi Sahilan lahir putra bernama Raden Sahun Pangeran Pandanarang yang menurunkan bupati-bupati Semarang dan Sunan Tembayat. Dari istri Cina bernama Retno Subanci lahir putra bernama Raden Kusen yang setelah dewasa menjadi Adipati Terung yang menurunkan bupati-bupati di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

Dalam silsilah genealogi keturunan Aria Damar diperoleh penjelasan tentang kakek Aria Damar dari pihak ibu, yang bernama Kaki Palupa. Siapakah Kaki Palupa? Dalam cerita lisan dituturkan bahwa Kaki Palupa adalah seorang kepala prajurit Sunda yang selamat dari peristiwa pembunuhan Bubat karena memiliki ilmu bhairawa.

Kaki Palupa dikisahkan tinggal di hutan Wanasalam dan mendirikan pertapaan di sana. Dari pernikahan Kaki Palupa dengan Nyi Palupuy, lahir Ki Kumbarawa dan Endang Sasmitapura. Lepas dari benar dan tidaknya kisah tersebut dengan fakta sejarah, yang pasti nama Palupa, Palupuy, Kumbarawa, dan Endang Sasmitapura bukanlah nama yang lazim digunakan di Jawa pada masa Majapahit maupun masa sesudahnya.

Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat ditarik sejumlah simpulan dari cerita yang berkaitan dengan peristiwa Bubat yang berhubungan dengan pelacakan jejak sejarah atas peristiwa tragis tersebut.
Pertama, dalam peristiwa Bubat tidak semua pengiring raja Sunda yang digelari nama anumerta Sri Maharaja Linggabhuwana Sang Mokteng Bubat tersebut, gugur. Sebagian mereka tinggal bersama keluarga raja Majapahit dan keluarga-keluarga keturunan Sunda yang tinggal di Majapahit semenjak masa Sri Kertarajasa atau Raden Wijaya atau juga Jaka Sesuruh yang berasal dari kerajaan Sunda – merintis berdirinya Kerajaan Majapahit.

Kedua, dengan naik tahtanya Prabu Sri Suhita (Maharani Majapahit 1427 – 1447) yang diteruskan Sri Prabu Kertawijaya (Maharaja Majapahit 1447-1451), tahta Majapahit yang ditegakkan orang Sunda bernama Raden Wijaya atau Jaka Sesuruh, kembali diduduki oleh raja-raja keturunan Sunda.

Fakta historis terkait sisa peninggalan Prabu Stri Suhita yang terabadikan dalam wujud kompleks Candi Sukuh di kaki Gunung Lawu dan peninggalan Sri Prabu Kertawijaya dalam wujud kompleks Candi Cetho, menunjukkan ciri aneh yang sangat berbeda dengan candi-candi peninggalan Majapahit lain, baik dalam hal susunan, struktur, ragam hias, simbol-simbol ikonografis, jenis cerita relief, bahkan pantheon dewa-dewa yang justru menunjukkan kemiripan dengan arca Sanghyang Dengdek di Gunung Pulasari Banten, arca Caringin, arca Gunung Raksa, dan arca Pulau Panaitan.

Bernet Kempers (1959), Soekmono (1973) dan Nigel Bullough (1995) yang tidak cukup mengetahui bahwa Suhita dan Kertawijaya berdarah Sunda, menyikapi keanehan yang terdapat pada Candi Sukuh dan Candi Cetho dengan simpulan bahwa pada era kedua maharaja kakak beradik itu, terdapat tanda-tanda kebangkitan kembali anasir animisme lama berupa pemujaan arwah leluhur.

Ketiga, di antara puluhan silsilah genealogi yang dimiliki keluarga-keluarga bangsawan Jawa yang mengaku keturunan Majapahit, semuanya bertemu pada tokoh historis Sri Prabu Kertawijaya atau Brawijaya V, yang dalam sejumlah versi digambarkan memiliki 24 orang istri dan 117 orang putra dan putri.

Itu dapat disimpulkan, ibarat pepatah ”mati satu tumbuh seribu”, gugurnya Maharaja Sunda beserta rombongan dalam peristiwa Bubat, tidaklah melenyapkan sama sekali pengaruh Sunda di Majapahit, melainkan malah memunculkan maharaja-maharaja Majapahit berdarah Sunda seperti Prabu Stri Suhita, Sri Prabu Kertawijaya beserta putra-putra dan cucu-cucunya seperti Bhre Wengker Hyang Purwawisesa (1456-1466), Bhre Pandan Salas (1466-1468), Sri Prabu Singha Wikramawarddhana (1468-1474), Sri Prabu Natha Girindrawarddhana (1478-1486).

Bahkan, saat tahta Majapahit jatuh ke tangan Bhre Wijaya yang muncul dari garis keturunan Bhre Pamotan Sang Sinagara, kekuasaan Majapahit diakhiri oleh serangan yang dilakukan oleh putra dan cucu Sri Prabu Kertawijaya yang berkuasa di Demak: Raden Patah dan Sultan Trenggana.   


Kisah Batu Meteor Bahan Pamor Keris

Batu Meteor
Sebagai penggemar tosanaji  tentunya kita sudah tidak asing dengan istilah pamor. Pun juga tahu jika pamor sebuah keris dibuat dari bahan meteor, meskipun toh sebenarnya kita tidak pernah tahu wujud asli batu meteor itu kayak apa? Kemudian kita juga sering mendengar bahwa meteor mengandung titanium (Ti). Sayangnya sebagian besar dari kita tidak pernah jelas mulai kapan meteor dipergunakan menjadi bahan pamor. Dan apakah betul meteor mengandung Ti (titanium)?

Dalam literaturnya,   batu meteor ini, mayoritas menyatakan bahwa meteor (irons meteorite) adalah mengandung kristal Fe/Ni (besi dan nikel). Dalam sejarah perkerisan, catatan yang bisa dipertanggung jawabkan adalah ketika meteor jatuh di desa Klurak di daerah Prambanan. Meteor ini sebetulnya tidak tunggal. Ada yang seukuran <1m3 (Kanjeng Kyai Pamor) dan disertai dengan ratusan kerikil dan bebatuan yang tersebar di sekeliling area kubangan bahkan melintas sekian kilometer dari lokasi utama.

Ada diantaranya yang seukuran buah kelapa (dihadiahkan kepada keraton Hamengku Buwana). Sri Susuhunan Paku Buwana X, konon menyimpan banyak sekali meteor sertaan dari pamor Prambanan dan disimpan dalam kantong-kantong kecil untuk dihadiahkan kepada mereka yang berjasa kepada Keraton. Meteor dianggap sebagai jimat yang terbaik dibanding benda-benda yang ada di bumi.

Kepercayaan itulah yang menggugah para raja untuk menjadikan meteor sebagai bahan pamor. Sesuai filosofi ”manungaling kawula Gusti”, dimana meteor berasal dari bapa akasa, disatukan dengan besi (pasir besi dari ibu Bumi). Dalam dekade jaman Paku Buwana inilah jelas sekali bahwa meteor telah digunakan sebagai bahan pamor.

Dalam lintasan sejarah, meteor Prambanan jatuh pada pertengahan abad 18 (1749), dimasa pemerintahan Sunan Paku Buwana III, pada waktu itu hanya beberapa kerikil meteor dibuat untuk keris, terutama diserahkan kepada empu Brojoguna. Pada pemerintahan Sunan Paku Buwana IV, meteor Prambanan yang disebut Kanjeng Kyai Pamor yang sebesar 1m3 itu mulai dipergunakan pula.

Namun ini juga tidaklah dijelaskan secara rinci berapa banyak diambil untuk pembuatan keris, mungkin saja Paku Buwana IV hingga selanjutnya Paku Buwana IX dan X menggunakan batu-batu meteor sertaannya, karena pada waktu itu ratusan kerikil hingga meteor sebesar jeruk yang diperkirakan serpihan meteor dari meteor utama, dikumpulkan dari desa tersebut diboyong ke keraton dalam dekade hampir sepanjang tahun, para abdi dan penduduk melakukan pencarian terus menerus di sungai-sungai bahkan hingga mendekati areal Candi Prambanan. Bahkan perdagangan kerikil meteor terus berlanjut. Kepercayaan terhadap jimat meteor juga masih ada hingga kini.

Penggunaan pamor keris dari batuan kerikil meteor asal Prambanan tampaknya cukup masuk akal. Hal ini bisa kita simpulkan jika kita meneliti pada Kanjeng Kyai Pamor tersebut, tampaknya tidak banyak bekas pahatannya.

Meteorit adalah batu yang jatuh ke bumi dari ruang angkasa. Terdapat tiga jenis dasar: batuan, besi dan batuan besi atau stones, irons dan stony irons, yang masing-masing akan dibahas berikut ini.
Tetapi sebelumnya, dari manakah asalnya meteorit?

Keris Pamor Batu Meteor
Mayoritas terbesar berasal meteor dari sabuk asteroida, daerah dengan jutaan serpihan batu yang mengorbit di antara Mars dan Jupiter. Serpihan-serpihan ini tidak berhasil membentuk sebuah planet, sebagaimana yang terjadi pada serpihan-serpihan lain di lingkungan planet lain yang jauh dari Matahari.

Beragam serpihan dari sabuk asteroida tersebut mempunyai orbit yang berbeda dari bentuk lingkaran sampai bentuk yang sangat membujur, selain itu juga mempunyai orbit yang tidak sama pada bidang datarnya. Seiring dengan berjalannya waktu, karena perbedaan orbit tersebut, terjadilah tabrakan serpihan yang mengakibatkan sebagian terlontar dari orbitnya yang semula pada sabuk asteroida dan memasuki orbit “lintasan bumi” yang membawanya ke bumi sebagai meteorit.

Walaupun kebanyakan meteorit berasal dari sabuk asteroida, beberapa dari serpihan itu sekarang diketahui berasal dari Mars dan beberapa dari Bulan kita. Meskipun demikian, asal muasal meteorit yang langka ini juga berhubungan dengan tabrakan antar serpihan yang terjadi di sabuk asteroida. Sama seperti serpihan asteroida masuk ke bumi, beberapa serpihan juga mempengaruhi Mars atau Bulan, bahkan dengan energinya bisa mencabut kepingan batu karang yang ada di Mars ataupun Bulan.

Saat kepingan-kepingan yang tercerabut itu bisa lepas dari areanya, mereka melayang dalam jalur orbit sampai mereka secara tak terduga tiba di bumi. Bagaimana kita tahu bahwa tipe langka ini dari Mars atau dari Bulan? Inti jawabannya adalah bahwa susunan kimia mereka berbeda dari susunan kimia meteorit yang berasal dari asteroida.

Keris yang telah dibuat dari sejak jaman purwacaritra, Mataram Hindu hingga detik ini, sangatlah sulit dilacak apakah benar bahan pamor yang menyertainya dibuat dari bahan meteor. Dibeberapa pihak, mereka yang sangat memahami tangguh Paku Buwana, bisa membedakan jenis pamor dari meteor dan yang bukan. Karena pada tangguh Paku Buwana (PB) pun tidak semua keris berpamor meteor. Tetapi justru kondisi itulah yang menghasilkan pedoman, yaitu dengan memperbandingkan setiap keris tangguh PB. Pengamat dan kolektor yang sangat memahami tangguh PB antara lain adalah Ir. Haryono Haryoguritno, KRA. Sani Gondoadiningrat dan beberapa senior perkerisan seperti Ir. Brotohadi Sumadyo, Supranto dlsb, telah terbiasa menduga (bukan memastikan) mana keris yang berpamor meteor dan yang bukan. Ada beberapa kesimpulan yang perlu diperhatikan dan yang mungkin bisa dijadikan acuan adalah bahwa jika mengamati tangguh PB yang menggunakan meteor pastilah pamornya bernuansa. Ada keabu-abuan dan ada yang jernih (deling). Pamor nikel biasanya mati (tidak bernuansa) atau orang Jawa menyebutnya dengan menteleng (melotot) alias jreng.

Seperti dijelaskan diatas bahwa bahan irons meteorite atau stony irons meteorite bisa digunakan menjadi bahan pamor keris, terutama karena adanya kristal Fe/Ni yang banyak, disertai unsur lain seperti adanya phospor, senyawa Ti, As, Pb sebagai isotop pengikatnya. Ketika dalam prakteknya menjadi pamor keris, unsur-unsur heterogen itu tidak hilang sama sekali sehingga alur pamor meteor akan bernuansa. Pamor ini secara visual ada warna abu-abu dan ada kehitaman serta ada pula bagian yang putih cemerlang, yang jika diamati tampak aura sinar warna-warni. Hal ini menjadi sangat jelas jika keris diminyaki dan dipandang dibawah sinar matahari. Empu Djeno Harumbrojo (alm), menyebutnya dengan kata ”sulak” atau bias pelangi warna.

Namun demikian pada prakteknya, pegiat keris dan seniman keris Kamardikan yang mulai mengolah pamor dari bahan meteor, tetap harus melakukan eksperimentasi terutama pada treatment akhir setelah finishing touch bentuk keris. Karena tampaknya empu jaman dahulu pun melakukan treatment termasuk melalui cara ”quenching” atau sepuh, kamalan (merendam pada air welirang) dan bahkan mutih keris dan mewarangi dengan banyak cara seperti cara di’nyek’, untuk menimbulkan estetika dari bahan meteor yang diharapkan memberi keterpukauan pada detail pamornya, dan bukan hanya pada jenis motifnya.


Dasyatnya lmu Cetik dan Leak Bali

Ilmu Cetik, Bali
Bali, yang mendapat julukan pulau dewata yang eksotik, anggun, harmonis, dan damai. Dari hal   kebudayaan Bali memiliki aneka keistimewaan yang tiada tara. Kebudayaan Bali dari warisan masa lalunya tersebut  sering di sebut ilmu pengiwaan.

Seperti halnya di Jawa atau di daerah yang lain. Bali yang hingga saat ini kita ketahui bersama masih kuat menjaga tradisinya, ternyata tradisi Bali juga menyimpan serupa ilmu santet atau tenung yang sangat ampuh. Bahkan konon, semua yang menyangkut ilmu hitam ini masih bisa kita temukan keberadaannya dalam berbagai lontar Bali yang berbahsa Jawa Kuno.

 Ilmu hitam dalam budaya Bali disebut ilmu pengiwaan (kiri). Nah, pertanyaannya, kenapa disebut ilmu pengiwaan?  Untuk mengenalnya lebih dekat , berikut  ulasannya.

Galibnya dalam hukum keseimbangan semesta ini, yang semua serba berpasangan. Ilmu pengiwaan dalam praktiknya, energi yang dikeluarjan melalui tubuh sebelah kiri. Lawan ilmu kiri ini adalah ilmu penengen (kanan) yang bertujuan sebagai keseimbangan yang tujuan utamanya untuk menangkal dan memusnahkan segala hal yang ditimbulkan dari serangan ilmu kiri tersebut.

Dalam riwayatnya, sejatinya ilmu pengiwaan ini dipelajari tujuan utamanya adalah untuk menyakiti musuh / prajurit yang menyerang kerajaan Bali. Namun seiring berjalannya waktu, seperti ilmu hitam dalam khasanah budaya daerah lain. Ilmu pengiwaan ini sering digunakan untuk menyakiti tentangga, keluarga, atau orang lain. Motifnya saya rasa klise, seperti halnya dalam prtaktik santet yang semua dipicu sakit hati yang kemudian melahirkan dendam.

Sebenarnya, penekun ilmu pengiwaan ini tidak semua bertujuan untuk menyakiti orang lain, tentu ada yang sengaja mempelajari ilmu ini untuk mengetahui kelemahannya. Seperti dalam logika berpikir rasional kita, seorang dokter harus tahu anatomi tubuh untuk bisa menetukan dan tindakan penyembuhan bagi pasiennya.

Berikut dibawah ini adalah dua ilmu pengiwaan yang diyakini hingga saat ini masih ada ditengan masyarakat Bali.

Cetik

Pengertian cetik pada dasarnya adalah racun, tetapi racun ini bisa dikendalikan oleh orang-orang tertentu yang menguasai ilmu ini dengan mantra-mantra tertentu. Hal ini disebabkan  bahan-bahan yang digunakan untuk membuat cetik adalah sangat berbahaya. Seperti serpihan kuningan yang memang dalam ilmu kimia merupakan bahan yang sangat berbahaya, binatang yang memiliki racun tertentu, medang (bulu halus pada bambu) dan masih banyak lagi bahan-bahan yang lainnya. Lebih jauh tentang cetik ini pada lain kesempatan kita akan membahasnya lebih jauh.

Cara kerja cetik ialah dilakukan dengan ditaruh di makanan ataupun minuman orang yang hendak kita celakai. Jika orang tersebut memakan atau meminum hidangan yang telah berisi cetik maka orang tersebut akan merasakan sakit yang luar biasa. Tetapi sakit tersebut bisa dirasakan beberapa jam kemudian, beberapa hari kemudian, ataupun beberapa bulan kemudian, Tergantung bahan dan keinginan si pembuat cetik tersebut kapan cetik itu akan bereaksi pada sasarannya.
Leak Bali

Cetik juga bisa kita umpamakan sebagai gelombang elektomagnetik yang memiliki sinyal-sinyal tertentu dan dapat dikendalikan.  Misalkan kita menginginkan meledakan bom di suatu tempat, kita sudah menaruh bom tersebut di tempat yang kita ingin ledakan. Kita akan menggunakan pemicunya berupa sebuah HP yang telah kita atur sebelumnya. Tetapi suatu ketika terjadi kesalahan teknis, yang menyebabkan sinyal-sinyal tersebut terganggu, dan bom yang ingin diledakan tidak akan dapat meledak.

Orang yang menjadi target, bisa terhindar dari cetik jika ia memiliki iman yang kuat atau pikirannya sedang tidak dalam keadaan kacau. Berdasarkan efek yang ditimbulkan, sekurangnya ada dua jenis, yaitu cetik yang berefek seketika dan efek yang timbul agak lama (bisa sampai 6 bulan).

Ada cetik yang berakibat rendah, misalnya sakit perut atau panas dingin dan ada juga cetik yang berefek ganas, misalnya muntah darah atau pingsan. Cetik yang berefek ganas dikenal oleh masyarakat Bali bernama Cetik Ceroncong Polo (menyerang otak) dan Cetik Reratusan (menyerang perut). Untuk menghindari cetik saat ada pesta makan, orang Bali biasanya melakukan beberapa hal, misalnya :

Menaburkan butiran garam di atas nasi yang akan dimakan (garam dipercaya dapat menetralkan cetik)
Ada juga yang menaburkan sedikit makanan / minuman ke tanah (maksudnya jika makanan/minuman yang terkena cetik akan hilang kekuatannya jika sudah menyentuh tanah)
Berdoa kepada Yang Maha Kuasa
Ngejot (menghaturkan sesaji) ke sanggah / pura atau ke ibu pertiwi

Waspada terhadap situasi.

Leak

Leak adalah suatu ilmu kerohanian kuno yang diwariskan oleh leluhur Hindu di Bali yang tercatat pada lontar-lontar kuno.  Leak berasal dari kata “liya dan ak” yang berarti lima aksara. Kekuatan lima aksara tersebut diolah didalam tubuh, sehingga akan mampu mendekatkan diri kepada Tuhan. Kelima aksara tersebut yaitu : Si, Wa, Ya, Na, Ma (Nama siwa ya) yang memiliki arti :

Si mencerminkan Tuhan
Wa adalah anugrah
Ya adalah jiwa
Na adalah kekuatan yang menutupi kecerdasan
Ma adalah egoisme yang membelenggu jiwa

Dengan mampu mengolah kelima aksara tersebut dalam pintu panca indra di dalam tubuh, maka orang tersebut akan mudah mencapai moksa (alam nirwana atau alam di atas surga). Prinsip mempelajari ilmu leak adalah kerahasiaan, jadi tidak boleh diceritakan atau diketahui oleh siapapun. Karena kerahasiaannya, belajar ilmu leak harus berada di tempat sepi, seperti di kuburan (tempat para roh berkumpul) dan di tempat-tempat angker.

Beberapa pantangan yang harus dilaksanakan misalnya tidak boleh berzina dan memakan daging berkaki empat. Dalam praktiknya, ilmu leak dapat membuat orang yang mempelajarinya bisa melepas rohnya ke alam gaib, merubah diri menjadi bola api, binatang, rangda/celuluk (mahluk berwajah seram) atau lainnya sesuai dengan tingkat ilmu yang dikuasainya. Pada zaman kerajaan, ilmu leak banyak dipelajari oleh keluarga raja sebagai alat melindungi diri dari serangan musuh.

Ilmu Leak yang bersumber dari Dewi Durga (istri Dewa Siwa) merupakan salah satu ilmu kerohanian untuk mencapai nirwana. Namun, rasa dengki dan iri hati yang membelenggu jiwa, membuat banyak orang yang menyalahgunakan kesaktian ilmu leak. Banyak orang yang sudah menguasai ilmu pengeleakan menggunakannya untuk hal-hal negatif karena tidak mampu mengendalikan pikiran dan amarah.

Jika ini terjadi, maka berdasarkan isi lontar, mereka akan menemukan banyak penderitaan dalam seribu kelahirannya (reinkarnasi) di bumi. Penyalahgunaan ilmu leak tersebutlah yang membuat ilmu leak dicap sebagai ilmu hitam / jahat oleh masyarakat Bali. Untuk menangkal pengaruh ilmu leak adalah memperkokoh keimanan dan menghilangkan rasa takut yang berlebihan. Demikianlah yang bisa saya bagikan kali ini dan semoga menambah wawasan buat kita semua.  


Mengenal Sosok Begu Gajang, Makhluk Halus dari Tanah Sumatra

Sosol makhluk Halus Begu Ganjang, cukup ditakuti di tanah Sumatera. Konon, ketika seseorang Bertemu dengan hantu ini, nyawa mereka sebenarnya sedang berada dalam bahaya.
.
Begu Ganjang merupakan hantu yang sangat ditakuti bagi masyarakat Batak, di Sumatera Utara. Padahal menurut legendanya, tujuan orang-orang memelihara Begu Ganjang adalah menjadi penjaga sawah dan kekayaan pemiliknya. Namun, karena niat jahat orang-orang yang sesat, semua itu melenceng dari tujuan awalnya. Akhirnya, orang yang memelihara Begu Ganjang malah menggunakannya untuk tindakan balas dendam dan mengumpulkan kekayaan dengan jalan tidak logis.
.
Begu Ganjang sosoknya digambarkan sangat tinggi — setinggi pohon. Kaki-kakinya menjulang, kulit yang hitam legam, dan rambut yang panjang menjuntai. Namun, tidak sembarang orang bisa melihat Begu Ganjang, hanya orang-orang yang memiliki kemampuan supranatural yang bisa melihatnya. Bagi mereka yang awam, sosok Begu Ganjang tidak akan terlihat sama sekali.
.
Ketika orang yang memelihara makhluk halus ini ingin membunuh seseorang dengan ilmu santetnya, biasanya Begu Ganjang akan dikirim untuk menghabisi orang itu. Begu Ganjang akan mencekik orang yang ingin dibunuhnya hingga tewas seketika.
.
Mitos yang merebak di masyarakat Batak mengenai Begu Ganjang yang bisa mendatangkan kekayaan, sesungguhnya mitos belaka. Melihat dari kenyataan yang ada, tampaknya mitos itu tercipta akibat dari kecemburuan sosial yang ada di dalam masyarakat.
.
Dahulu kala, ketika orang-orang diketahui memelihara Begu Ganjang, maka orang itu akan dibunuh atau rumahnya dibakar warga yang kesal dengan praktik ilmu hitam. Walaupun tidak jar ing isu Begu Ganjang sengaja disebarkan untuk merusak nama baik eseorang — yang biasanya memang memiliki kekayaan yang berlebihan. Mitos itu masih biasa terdengar hingga sekarang. Korbannya pun masih ada yang berjatuhan akibat dituduh memelihara makhluk jahat tersebut.
.
Menurut cerita, Begu Ganjang sebenarnya adalah arwah dari seorang bayi yang meninggal. Kemudian, bayi yang belum genap tujuh hari meninggal itu diambil organ dalamnya oleh orang yang menguasai ilmu hitam. Entah bagaimana, arwah bayi itu bisa dibentuknya menjadi hantu pembunuh, Begu Ganjang. Walaupun tidak ada yang mengetahui dengan pasti mengapa sosok arwah penasaran dari bayi itu bisa menjelma menjadi sosok menakutkan dengan tubuh yang tinggi menjulang.


Keris Populer Sejak Abad ke 17

Cornelis de Houtman, seorang pelaut asal Belanda yang berlayar ke Kepulauan Nusantara pada 2 April 1595 untuk memastikan rute baru menuju kepulauan penghasil rempah-rempah, tiba di Banten pada Juni 1596, sebelum tiba kembali di Belanda pada 14 Agustus 1597.

Jacob Cornelius Van Neck, yang juga pelaut, mengikuti jejak Cornelis de Houtman, berlayar menuju Kepulauan Nusantara pada 1 Mei 1958. Dalam pelayaran ini, ada 8 (delapan) kapal terpisah menjadi dua kelompok setelah diterjang badai antara Tanjung Harapan dan Pulau Madagaskar. Van Neck dengan 3 kapal tiba lebih dulu di Banten pada 25 November 1598.


Sekitar sebulan kemudian, kapal-kapal lain di bawah pimpinan Wybrand Van Warwyck tiba di Banten pada 30 Desember 1598. Van Neck memulangkan 3 kapalnya lebih dahulu dan pada Juli 1599, rombongan ini tiba di Belanda. Kapal-kapal lain diperintahkan berlayar ke Kepulauan Maluku dan baru tiba di Belanda pada September 1600.

Rembrandt Hamerszoon van Rijn, pelukis asal Belanda yang lahir pada 15 Juli 1606 hingga wafat pada 6 Oktober 1669. Beberapa dari karya lukisannya adalah "Samson betrayed by Delilah" yang dilukis antara tahun 1628-1630, "Blinding of Samson" yang dilukis pada 1636. Lantas, apa hubungannya antara pelaut dengan pelukis?

Jawabannya adakah Keris. Satu kata saja Keris. Jika sampeyan jeli, sebilah keris dalam lukisan tersebut. Ya, pada 2 lukisan tersebut di atas, Rembrandt Sang Pelukis menggambarkan kejadian yang diceritakan di Alkitab dengan imajinasinya sendiri yang memasukkan keris dalam lukisan tersebut.

Nah. jika masuk dalam lukisan, maka kemungkinan besar dia (Rembrandt) pernah melihat bendanya secara langsung. Jika memang melihat bendanya langsung, maka tidak berlebihan untuk berkesimpulan bahwa pada dua ekspedisi pelayaran ke Nusantara, yang dibawa pulang tidak hanya rempah yang mendatangkan keuntungan luar biasa tapi juga benda-benda unik yang tidak ditemui di Belanda atau Eropa, dan salah satunya adalah keris.
 
Ah, rasah gegeden rumongso. Bisa saja dia berimajinasi dan menggambar sesuatu yang mirip dengan benda yang kita kenal sebagai keris?” Mungkin pertanyaan yang lebih dengan pernyataan ini hinggap dalam benak kita semua.

Jadi begini kisanak, dari literasi yang saya baca, ternyata Rembrandt punya hobi lain yaitu ethnografi, mengoleksi benda-benda etnik yang unik. Untuk Rembrandt, salah satunya adalah mengoleksi benda etnik dari Nusantara. Sayang, koleksi Rembrandt harus dilepas karena dia terlilit hutang. Untungnya belakangan ditemukan daftar barang yang dijual dari koleksinya sehingga, Rembrandt House, museum yang khusus didedikasikan untuk Rembrandt, bisa menemukan kembali beda-benda yang mirip dengan koleksi awal dan menata salah satu ruangan di museum untuk menampilkan suasana ruang yang dijadikan pajangan koleksi Rembrandt.


Referensi Tulisan :

Rick Mattew kompasiana
First Dutch expedition to Indonesia https://en.wikipedia.org/wiki/First_Dutch_Expedition_to_Indonesia
Second Dutch Expedition to Indonesia https://en.wikipedia.org/wiki/Second_Dutch_Expedition_to_Indonesia
Rembrandt https://en.wikipedia.org/wiki/Rembrandt
Rembrandt House http://www.rembrandthuis.nl/en/rembrandt-2/rembrandt-the-collector/


Rabu, 08 November 2017

Memaknai Sekep dan Nilai Pusaka Madura

Bentuk sekep yang paling dominan dipergunakan oleh kalangan bangsawan ialah keris pusaka. Kalangan pencinta pusaka semacam ini terfokus diwilayah Madura bagian timur, khususnya di Kabupaten Sumenep.

Bila membuka lembar sejarah pada masa kejayaan Madura, saat pertama Prabu Kertanegara dari Singosari mengutus dan melantik Raden Arya Wiraraja sebagai adipati Sumenep (Madura timur), pada tahun 1269 M. Maka charisma Madura semakin terangkat ke permukaan khusunya dimata raja-raja di Jawa. Mulai saat itu, periode kehidupan kalangan keratin mulai berkembang, sebagai sentral terbentuknya kultur yang mengarah pada kehidupan feodalisme artistokrat lahan “ilmu”. Dari situlah muncul ilmu-ilmu kedigdayaan yang antara lain tersebut dalam kekuatan pusaka.

Banyak macam pusaka Madura yang hingga saat masih dimiliki sebagai warisan leluhur keturunan para digdaya di Sumenep. Antara lain yang cukup dikenal yakni pusaka keris “ si Tambi”, “Bulu Ayam”, “Banuaju”, “Pamor Pakung”, “Si Jarum”, “Si Punjung”, “Baramma Batu”, “ Si Banir” dan “ Se Kelap”.

“Se kelap”, menurut Maknoen seorang pecinta pusaka di Sumenep merupakan diantara deretan pusaka yang cukup dikenal masyarakat Sumenep, karena keris pusaka itu dibuat oleh seorang empu terkenal dimasa lampau, tapi mudah ditiru oleh para pengrajin keris jaman sekarang. Sedang “Si Tambi”, menurut riwayat punya daya melumpuhkan serangan, tanpa harus mengorbankan nyawa. Barang siapa memiliki “Si Tambi”, keris kraton yang bergambar kepala kuda, maka akan terjamin keselamatannya. Sebab misalnya sedang pergi jauh dan berada ditempat yang rawan kejahatan, maka para penjahat yang bermaksud berbuat jahat kepada pemegang pusaka itu, tak akan terlihat. Dan dengan “Si Tambi” pula pemiliknya lebih mampu mengontrol diri untuk tidak berbuat gegabah dan emosi.

 

Pada dasarnya tiap benda-benda pusaka memiliki sejarah tersendiri. Dan dari sejarah itulah, sebuah benda pusaka dapat dibedakan antara yang asli (kuno) dan tiruan. Lebih awal benda pusaka itu dibuat, maka lebih tinggi nilai kharismatik dan kesohorannya. Itulah mengapa para pewaris benda pusaka selalu mempertahankan keberadaannya, karena merupakan “sangkol” yang tak mungkin dapat dipindah tangan selain kepada sanak keturunannya kelak.
Sebagai contoh, sejarah keris pusaka “Sangkelap” diciptakan oleh Empu Supo untuk Raja Mataram. Pada suatu ketika keris pusaka hilang dari tempatnya, padahal telah dijaga ketat oleh prajurit.

Dalam buku Adat Budaya Sumenep sebagai aspek Pembangunan Nyata yang disusun Syamsul Imam, menjelaskan bahwa keris pusaka “Sangkelap” diketahui dan diincar oleh seorang pencuri sakti bernama Macan Lurik (caloreng,Madura). Konon keris yang dicuri oleh tangan saksi Macan Caloreng lalu dibawa lari ke Blambangan. Begitu Raja tahu keris pusakanya hilang, maka Empu Supo diperintahkan untuk mencari.

Alkisah, sesuai dengan petunjuk gaib yang diterima Empu Supo, keris pusaka itu dibawa lari kearah timur. Dan pencarian itu segera dilakukan melewati Tuban, Bangkalan, Pamekasan, Sumenep dan akhirnya menyebrang selat Madura wilayah Besuki Kerajaan Blambangan. Dari perjalanan pencarian itulah, setiap daerah persinggahan Empu Supo menularkan ilmunya kepada masyarakat setempat, antara lain disebutkan, di Pamekasan mencipta keris “ Gerre Manjeng”, di Banuaju (Sumenep) dikenal “ Ki Gariming”, di Karangduak (kota Sumenep) “ Ki Murkali”.

Jadi tak heran, hasi binaan Empu Supo selama persinggahannya banyak menurunkan keempuannya, diantaranya selain tempat-tempat diatas, di Aeng Tongtong wilayah Kabupaten Sumenep hingga saat ini turunan murid-murid Empu Supo masih bertahan dalam kehidupannya sebagai pande keris yang merupakan pengrajin terkenal di Madura.

Jadi tak heran, hasil binaan Empu Supo sendiri, sesampai di Blambangan ia membuat pisau-pisau sebagai kebutuhan rumah tangga. Hingga akhirnya didengar oleh raja Blambangan. Singkat kisah akhirnya Raja bertitah agar dibuatkan keris serupa, setelah diketahui bahwa keris “Se Kelap” adalah ciptaannya yang saat itu sedang dicari. Proses pembuatan duplikat “Se Kelap” hanya dalam waktu singkat kemudian dihaturkan kepada Raja Blambangan, yang sebenarnya adalah Macan Caloreng pencuri keris itu yang diangkat oleh rakyat menjadi raja karena kedigdayaannya. Sedang “Se Kelap” asli oleh Empu Supo dimasukkan kedalam paha, sejajar dengan tulang paha, dan tidak meninggalkan bekas luka dan darah dipahanya. Demikian kisah singkat tentang “Se Kelap”. Kebenaran atau tidaknya, Wallahua’lam. Namun demikian sebagian orang Madura berkeyakinan bahwa setiap pusaka memiliki kelebihan yang tidak ditangkap logika.

Selain keris pusaka, masih banyak bentuk sekep-sekep lain yang juga memiliki kelebihan (kajunilan, Mdr) menurut pemiliknya. Yang kerap dikenal dalam bentuk batu-batuan,  ayat-ayat (isim) atau benda-benda lain yang lebih mudah dan praktis bila digunakan setiap saat. Meski demikian, tokoh-tokoh agama mengahawatirkan, bila suatu saat pemilik (pencinta) justru terjerumus dalam kepercayaannya pada benda.

Beberapa pencinta pusaka menyatakan, bahwa keris ataupun sekep lainnya memiliki nilai multifunsional. Yaitu disamping untuk menjaga keselamatan hidup, juga berfungsi sebagai penglaris dalam berdagang, pertanian, perindustrian, kedudukan, kepangkatan atau meningkatkan taraf hidup, social maupun status. Untuk itu dalam kancah modern ini, masih tampak dibeberapa tempat tertentu (keramat) dikunjungi para pejabat (tertentu) untuk mendapatkan wangsit atau kepada para sesepuh, dukun atau orang yang berilmu tinggi untuk minta “bekal”, baik berupa benda maupun amalan-amalan.

Keampuhan pusaka sering ditunjukkan oleh para pelaut Madura ketika terperangkap kedatangan angin puting beliung (ola’ taon, Mdr) yang menghadang ditengah lautan. “Ola’ taon merupakan pusaran angin yang membentuk memanjang dari atas kebawah, seperti ular naga yang siap melumat benda-benda apa saja yang berada dibawahnya.

Ola’ taon, biasanya muncul pada akhir atau awal tahun, yaitu ketika menjelang musim pemghujan turun. Ola’ taon ini sangat ditakuti oleh para nelayan. Sebab apabila pusaran angin tu menukik dan menyentuh laut, maka akan terjadi pergolakan gelombang laut yang bakal memporak-porandakan perahu atau kapal yang berlayar. Meski demikian, para awak pada umumnya telah membekali diri untuk menghalau pusaran angin “Ola’ taon” itu. Yaitu apabila tampak benda gas itu menghadang disekitarnya, dengan kemampuan pusaka (biasanya berbentuk keris) lalu diarahkan pada angin raksasa itu (tentu dengan amalannya), maka putuslah tubuh “Ola’ taon” dan berpencar serta menghembus kearah daratan. Suatu keanehan, bila pusaran angin itu pecah, maka tidak akan menimbulkan bahaya, baik dilaut maupun di darat.

Jadi makna sekep, baik dalam bentuk senjata tajam atau bentuk benda lainnya mengandung arti luhur, bukan untuk mencelakakan orang lain, namun semata-mata sebagai isyarat agar lebih waspada dan hati-hati, bukan untuk bersikap sombong, egois atau gagah-gagahan sebagaimana kerap terlihat visualisasi selama ini.

Sebenarnya sekep mempunyai filsafat tersendiri, yaitu pada umumnya sekep diselipkan dipinggang dalam posisi kebawah (merunduk), yaitu bagian yang tajam berada dibawah. Hal ini mengisyaratkan agar pemilik (pemakai) nya selalu memperhatikan kebawah. Namun kenyataan yang sering terlihat, justru posisi tangkai yang berada diatas, dimanfaatkan untuk mempercepat proses pencabutan. Hal ini tentu, pihak pemakai hanya kenal wujud dan fisiknya saja, namun belum mengerti makna dan hakekat senjata disekep.

Kalangan orang Madura tradisional, mengatakan “ Tulang rusuk laki-laki barisan kiri itu kurang jumlahnya, tidak lengkap seperti barisan tulang rusuk bagian kanan, karena sepotong tulang sudah diambil dan dijelmakan menjadi perempuan. Untuk memenuhi kekurangan itu, seorang laki-laki akan utuh setelah dilengkapi sekep (celurit) mirip tulang rusuk”.

Khodam Pendamping Manusia

Kekuatan atau kemampuan  yang dimiliki oleh seorang spiritual yang biasa melakukan olah batin seperti puasa, bertapa, semedi, membaca mantra atau wirid amalan tertentu, sebetulnya adalah dari Khodam. Disadari ataupun tidak, setiap olah batin yang dilakukan manusia selalu menimbulkan energi-energi yang memiliki kesadaran/kecerdasan sendiri. Inilah peran dari khodam. Mereka diciptakan Tuhan sebagai perantara yang membawa kekuatan supranatural bagi orang-orang yang dikehendaki.

Sebagian orang beranggapan bahwa memiliki khodam (atau ilmu spiritual yang ada khodamnya) adalah sebuah kesyirikan atau dosa besar. Bagi kami, pendapat ini adalah pendapat yang “membabi buta” karena pengertian khodam sangat luas. Sedangkan khodam sendiri terdiri dari berbagai jenis yang tidak bisa disamakan. Berikut ini pembahasan panjang mengenai khodam…

Istilah “khodam” berasal dari bahasa arab yang berarti pembantu, penjaga atau pengawal yang selalu mengikuti. Dalam bahasa arab pembantu rumah tangga, sopir, tukang kebun dan satpam juga bisa disebut sebagai khodam. Namun dalam konteks ilmu spiritual, istilah “khodam” digunakan khusus untuk menyebut makhluk gaib yang mengikuti pemilik ilmu spiritual atau yang mendiami suatu benda pusaka. Dalam konsep spiritual jawa, khodam disebut sebagai “prewangan” yang artinya adalah orang yang membantu.

Khodam dalam konsep mistik islam dan jawa diyakini sebagai “jiwa” suatu ilmu. Khodam memberi energi pada pemilik ilmu sehingga bisa melakukan hal-hal diluar kewajaran. Tentu saja ada khodam yang minta imbalan ada pula yang “gratis” karena khodam ini datang karena kehendak Allah, bukan “dipaksakan” oleh manusia. Yang dimaksud “dipaksakan” adalah khodam ini datang karena seseorang melakukan ritual pemanggilan yang ditujukan untuk meminta tolong kepada khodam dari golongan jin.

Mengenai siapakah sebernarnya khodam, para spiritualist berpendapat berbeda-beda. Kelompok pertama mengatakan khodam adalah jenis makhluk tertentu yang khusus diciptakan Tuhan sebagai “pembawa” kekuatan bagi para pemilik ilmu dan benda pusaka. Kelompok ini tidak punya dalil yang kuat untuk mendukung pendapatnya, jadi pendapat ini boleh kita abaikan.

Kelompok kedua berpendapat bahwa khodam hanyalah sebutan atau julukan bagi Jin, Qorin dan Malaikat yang membantu manusia. Seperti istilah “setan” yang sebetulnya bukanlah jenis mahluk, melainkan hanya julukan bagi jin atau manusia yang suka berbuat kejahatan. Dalam kitab Al-Quran pun diterangkan bahwa Tuhan hanya menciptakan hambanya yang berakal dalam tiga bentuk saja, yaitu: Malaikat, Manusia dan Jin. Ustadz Firman sendiri lebih meyakini pendapat kedua ini.

Mengapa Khodam membantu manusia?
Karena khodam terdiri dari tiga jenis makhluk yaitu Jin, Qorin dan Malaikat, maka alasan mereka bersedia membantu manusia juga berbeda-beda. OK. agar Anda lebih paham, kami jelaskan satu per satu dibawah ini:

1. Khodam Jin
 
Pelu Anda ketahui bahwa kehidupan sosial jin sama seperti manusia. Mereka terdiri dari bermacam-macam ras dan kelompok yang sangat kompleks. Setiap jin punya sifat dan kebutuhan yang berbeda-beda seperti pada manusia. Begitu pula dalam dalam membantu manusia, mereka punya alasan yang
berbeda-beda. Namun secara garis besar, ada 5 alasan mengapa jin mau membantu manusia.

a. Ingin menyesatkan manusia. Kelompok jin ini adalah tentara ilbis yang ditugaskan untuk membantu para tukang sihir dan penganut ilmu hitam. Orang yang ingin memiliki khodam jenis ini harus melakukan perbuatan atau ritual yang melanggar aturan Tuhan. Misalnya untuk medapatkan ilmu sihir mereka harus menyediakan sesaji, makan darah, membunuh, melakukan dosa besar dan sebagainya. Jin jenis ini sangat senang jika manusia yang didampinginya jauh dari agama.

Bukan hanya penganut ilmu hitam saja yang dibantu oleh jin tentara iblis ini. Para penganut thariqoh (orang yang menapaki jalan spiritual menuju Tuhan) dan orang soleh yang kurang waspada pun disesatkan oleh jin golongan ini. Awalnya jin mengaku sebagai guru spiritual yang sudah meninggal atau malaikat yang akan membimbingnya dan membantu segala usahanya. Seketika seorang ahli thariqoh pun memiliki banyak “kesaktian”. Namun perlahan-lahan jin cerdas ini memperdaya ahli thariqoh hingga dia melanggar aturan agama.

b. Ingin mendapatkan keuntungan dari manusia.
 Khodam Jin jenis ini selalu meminta imbalan dalam bentuk sesaji, persembahan, korban, bahkan ada yang mengadakan perjanjian, jika sudah sampai waktu yang ditentukan pemilik ilmu bersedia menjadi budak/pengikut di alam jin. Orang yang menjadi budak jin, meniggalkan jasadnya, kemudian jiwanya dibawa ke alam jin. Sehingga dia tampak mati bagi orang awam, padahal dia sebetulnya belum mati. Nanti ketika sudah sampai batas usianya, malaikat maut baru menjemputnya untuk dihadapkan kepada Tuhan. Oleh karena itu jangan pernah berniat untuk mendapatkan pesugihan atau “harta gaib” yang datang tiba-tiba dengan bantuan jin.

Keadaan ini sesuai dengan Al-Quran surah Al-Jin ayat 6, yang terjemahnya: Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.

c.karena mencintai manusia. 
 Kadang kami menemui ada jin yang mengikuti manusia dengan alasan cinta. Cinta yang kami maksud adalah seperti cinta pria kepada wanita. Umumnya jin yang seperti ini selalu berusaha membantu manusia yang dicintainya, sekaligus mengganggu. Bentuk bantuannya bisa berupa kemampuan mengobati, perlindungan dari kejahatan, kemampuan mengetahui rahasia orang dan sebagainya. Sedangkan gangguannya biasanya berupa: merasa diikuti seseorang, sulit mencintai, hubungan cinta selalu gagal, kesurupan/kerasukan dan sering mimpi bersetubuh. Bahkan kadang ada jin yang datang dalam wujud manusia untuk menyetubuhi manusia dalam keadaan sadar.

d.Persahabatabn. 
 Bagi sebagian orang yang memiliki ilmu spiritual tertentu, bersahabat dengan jin bukanlah hal mustahil. Idealnya hubungan persahabatan adalah saling membantu dan berbagi. Namun kenyataannya hubungan persahabatan dengan jin bisa menguntungkan atau merugikan Anda, bahkan kadang juga menyesatkan Anda. hal ini sama jika kita bersahabat dengan sesama manusia. Jika sahabat kita adalah orang baik, maka kita pun terbawa menjadi baik. Tapi jika kita berteman dengan penjahat, maka kita pun bisa dirugikan atau malah bergabung menjadi penjahat. Semua itu tergantung sifat dan kepribadian Anda

e. Karena mengagumi kepribadian manusia.
 Orang-orang saleh yang selalu berbuat kebajikan menjadikan kelompok Jin Muslim kagum. Kaum jin ini mengikuti orang saleh untuk meniru kebaikannya, mendengarkan ceramah yang disampaikannya, dan menjadi makmum ketika orang saleh tersebut melakukan ibadah. Disadari ataupun tidak, kelompok jin ini menjadikan orang saleh sebagai guru spiritualnya. Mereka juga berusaha untuk membantu, melindungi dan berdoa untuk guru spiritualnya itu. tidak ada keburukan yang disebabkan oleh jin-jin ini.

2. Khodam Sejenis Qorin 

Sejak seorang manusia lahir, maka tercipatalah pula satu Qorin yang mengikutinya sampai kahir hayat. Namun yang kami bahas disini bukanlah Qorin yang mengikuti manusia lahir itu, melainkan Khodam Qorin yang didapat karena olah spiritual tertentu. Jumlahnya pun tak hanya satu, seorang manusia yang memiliki ilmu spiritual bisa saja diikuti puluhan, ratusan atau ribuan Qorin.

Qorin sebetulnya adalah golongan jin. Qorin lahir dari ayah dan ibu jin biasa, namun dengan kekuasaan Allah dia melahirkan Qorin yang memiliki sifat khusus. Sifat khusus yang dimaksud adalah tidak memiliki jenis kelamin (tapi bukan banci), sifat pasif dan tidak memiliki nafsu seksual. Qorin tidak bisa mempengaruhi pikiran manusia dan tidak bisa menampakan diri karena meterinya lebih halus dibanding jin biasa. Qorin hanya bisa dilihat dengan mata batin. Penampilannya pun dalam bentuk yang indah dan sopan. Umumnya Qorin tampil dalam bentuk laki-laki berpakaian serba putih dengan wajah yang tampan.

Khodam dari jenis Qorin mengikuti pemilik ilmu spiritual aliran putih dan tentunya Qorin datang atas kehendak Tuhan. Yang kami maksud Ilmu Spiritual Aliran Putih adalah aliran yang meyakini bahwa semua kekuatan spiritual sejatinya bersumber dari Tuhan. Penganut aliran putih tidak meminta kecuali hanya kepada Tuhan. Khodam jenis ini tidak meminta imbalan dalam bentuk apapun. Kalangan spiritualist yakin, ikutnya Qorin sebagai khodam manusia bisa diusahakan dengan olah spiritual seperti puasa, meditasi, membaca doa atau mantra. Sedangkan di MSC, ikutnya Qorin bisa dipersingkat dengan metaresonansi. Murid MSC yang belajar Ilmu Khodam juga bisa mendapat “pembantu” dari jenis Qorin.

Sebagian spiritualist yang waskita ada yang menyebut Jin Qorin sebagai “Jin Batin” karena memang sifatnya yang lebih halus dari Jin pada umumnya. Jin biasa lebih mudah untuk dilihat, meskipun tinggkat kepekaan indra ke-enam orang yang melihat masih dasar. Namun untuk bisa melihat Jin Qorin dibutuhkan kepekaan indra keenam yang lebih tinggi, dikarenakan dia berada di dimensi yang lebih halus.

Dalam keyakinan mistik jawa-islam, ada juga konsep untuk menghadirkan kekuatan khodam wali, khodam nabi dan sebagainya. Nah sebetulnya yang dimaksud khodam wali atau nabi, bukanlah roh dari wali dan nabi itu hadir dan membantu Anda. Ketika kita menghadirkan khodam wali atau nabi, yang hadir adalah salah satu atau beberapa Qorin yang pernah menjadi khodam (baca: mengikuti) wali atau nabi tersebut.

3. Khodam Malaikat

Adanya khodam dari kalangan Malaikat tertuang dalam ayat berikut: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Quran surat Ar-Ra’d ayat 11).

Mengenai Khodam dari golongan Malaikat, kami tidak bisa menerangkannya lebih jauh, karena mata manusia (sekalipun memiliki mata batin) akan sangat sulit mengamati malaikat. Hanya orang-orang khusus yang dikehendaki Tuhan-lah yang memahami seperti apa sebetulnya wujud perlindungan malaikat itu. Meskipun mata tidak bisa melihat, tapi kami yakin bahwa perlindungan malaikat selalu ada menyertai orang yang selalu berusaha untuk kebaikan. khodam malaikat inilah yang menjadi pelindung pemilik Ilmu Maha Spiritual.
Benarkah ada Malaikat yang bisa dijadikan Khodam?

Menurut para spiritualist, memang ada orang yang benar-benar dikawal oleh malaikat pelindung kemanapun dia pergi. Namun orang seperti ini sangat langka dan itu pun terjadi bukan karena dia belajar ilmu spiritual tertentu, melainkan itulah karomah dari Allah yang diberikan sebagai hadiah kesolehan dan keihlasannya. Orang yang dikawal malaikat bisa jadi tidak menyadari karena dia tidak pernah memohon kehadiran malaikat itu. Tentu konsep karromah ini berbeda dengan konsep olah spiritual yang mana kita melakukan olah spiritual memang dengan tujuan mendatangkan kekuatan spiritual.

Sebetulnya -dengan pengamatan mata batin yang teliti- kami hanya bisa mengamati bahwa hanya wujud Energi dari Malaikat saja yang mengikuti pemilik Ilmu Spiritual Tingkat Tinggi. Malaikat secara pribadi tidak bersanding dengan manusia biasa. Mengingat malaikat adalah mahluk suci, sedangkan manusia biasa seperti kita umumnya masih sering berbuat dosa kecil, bahkan kadang karena kelalaian, dosa besar pun kita lakukan.

Jadi jika dikatakan Anda telah memiliki khodam malaikat, belum tentu berarti secara harfiah Anda diikuti oleh malaikat langsung, yang mengikuti Anda hanyalah energi dari malaikat. Namun tidak tertutup kemungkinan jika ada orang yang diikuti Malaikat secara pribadi, karena kedatangan Malaikat sebagai pembantu manusia adalah kehendak Tuhan.
Dosakah jika saya punya khodam ?

Seperti Anda ketahui, khodam terdiri dari 3 jenis yang memiliki sifat berbeda. Proses datangnya khodam pun berbeda-beda. Jadi dosa atau tidak jika Anda memilki khodam sangat tergantung proses datangnya khodam itu sendiri. Jika khodam tersebut dari golongan malaikat dan qorin, maka tidak ada alasan untuk memvonis Anda dosa. Karena sesungguhnya kehadiran malaikat dan qorin atas kehendak Tuhan.
Jika jin mengikuti Anda karena jin tersebut cinta atau mengagumi, maka Anda pun tidak bisa dianggap berdosa, karena kedatangan jin tersebut bukan atas keinginan Anda.

Namun jika khodam jin membantu karena Anda mengerjakan sihir, belajar ilmu hitam atau mengadakan perjanjian dengan jin, maka itu sudah pasti dosa.
Memiliki khodam, selama ditempuh dengan cara yang benar, bukanlah suatu kemusyrikan, dan bukan berarti kita meyakini bahwa Tuhan tidak mampu menolong manusia secara langsung. Sudah menjadi aturan Tuhan, bahwa Tuhan memenuhi kebutuhan makhluknya – termasuk dalam memberi pertolongan – selalu melibatkan makhluk ciptaanya.

Sebagai contoh kita semua yakin malaikat Raqib dan Atib yang bertugas mencatat setiap amal baik-buruk manusia. Mereka diyakini berada di bahu kanan dan kiri setiap manusia*. Dengan adanya malaikat ini, bukan berarti kita meyakini Allah kurang kekuasaannya atau Tuhan repot mengurus manusia, sehingga menciptakan malaikat sebagai pembantu untuk meringankan tugas Tuhan. Adanya malaikat dengan tugas-tugas tertentu adalah hukum Allah dan manusia hanya bisa menerima kenyataan itu.