Hampir ratusan warga dari berbagai daerah dalam balutan busana
serba putih, larut dalam keheningan prosesi ruwatan sukerta di Bangsal Sasanamulya
Keraton Kasunanan Solo. Ritus tradisional yang diinisiasi Direktorat Jenderal
(Ditjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ini,
lebih diarahkan sebagai bentuk pelestarian tradisi yang selama ini masih
berkembang di masyarakat.
Ketua Pelaksana Ruwatan Sukerta, KGPH Dipokusumo, menjawab
wartawan, di sela acara, Sabtu (14/10/2017), mengungkapkan, banyak nilai-nilai
yang dapat diraih dari tradisi berusia ribuan tahun ini, baik dalam dimensi
sosial, edukasi, maupun refleksi diri. Di balik ritual ruwatan sebagai
bentuk penyucian diri dari segala kesalahan, termaktub simbol-simbol
kearifan lokal yang mesti dimaknai sekaligus diaplikasikan dalam keseharian.
Dalam hidup dan kehidupan manusia Jawa, tambah putera Sinuhun
Pakoe Boewono XII ini, penuh dengan simbol-simbol, hingga banyak ahli menyebut
manusia Jawa sebagai homosymbolicum. Dalam ritus ruwatan misalnya, disertakan
beberapa uborampe aneka hasil pertanian dari kelompok pala kependhem, pala
kesampar, maupun pala gemantung. "Ini merupakan simbol untuk merefleksikan
masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang yang mengingatkan manusia pada
asal usul dan kemana kelak akan berpulang," ujarnya.
Pemaknaan atas simbol-simbol tersebut, menurut pria yang akrab
dispa Gusti Dipo, kadang memang sangat rumit dan memerlukan perenungan lebih
jernih. Karenanya, dia berharap, peserta ruwatan masal, tidak sekadar
mengikuti alur upacara, justru yang terpenting memahami simbol-simbol yang
tersirat pada seluruh rangkaian upacara, serta mengamalkannya dalam hidup
sehari-hari. Jika merasa pernah melakukan kesalahan di masa lalu, mestinya tak
lagi mengulang perbuatan tersebut, sekaligus memoperbaiki bagi kehidupan yang
akan datang.

Di sisi lain, Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo menyebutkan,
sebagai sebuah tradisi, ruwatan tidak perlu saling dipertentangkan, sebab
prosesi tersebut secara prinsip bermuara pada permohonan kepada Sang Pencipta.
"Ini merupakan sebuah prosesi penyucian diri dari segala kotoran yang ada
pada diri manusia, sehingga ke depan bisa hidup lebih bersih dan bahagia,"
ujarnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar