Jumat, 20 Oktober 2017

Assikalaibineng, Kitab Pengetahuan Seksual Lelaki Bugis dan Makassar

Kitab Kuni, Ilustrasi
Bagi seorang lelaki lajang sebelum abad ke-20 mencari ilmu membangun rumah tangga ideal, terlebih berkaitan dengan pengetahuan di atas ranjang.
Di Bugis, dikenal istilah Assikalaibineng merupakan teks beraksara lontara dan bahasa Bugis-Makassar berisi berbagai aspek mengenai hubungan seks.


Substansi teks Assikalaibineng, menurut Muhlis Hadrawi, pengajar Departemen Bahasa dan Sastra Bugis-Makassar FIB Universitas Hasanuddin Makassar, pada “Astrologi dan Seksualitas Dalam Naskah Bugis”, makalah Seminar Internasional Pernaskahan Nusantara 2017, mencakup konsep hubungan seks, pengetahuan alat reproduksi, tahap atau prosedur hubungan seks , doa-doa, mantra-mantra seks, teknik perangsangan (foreplay), gaya dan gerakan persetubuhan, teknik sentuhan titik awal seksual perempuan, penentuan jenis kelamin anak, pengendalian kehamilan, waktu baik dan buruk berhubungan seks, tata cara pembersihan tubuh, pengobatan kehamilan, serta lakuan-lakuan seks lainnya.
Meski Assikalaibineng berisi beragam pengetahuan tentang hubungan seks, di masa lalu tak semua pria bisa memperoleh dan membacanya. “Berbeda dengan teks-teks profan, kepemilikan pengetahuanAssikalaibineng lebih terkonsetrasi pada lapisan masyarakat elit, bangsawan dan santri. Kalangan bangsawan dan elit sosial Bugis lainnya menjadikannya sebagai salah satu simbol pengetahuan eksklusif,” ungkap Hadrawi.
Motif kepemilikan Assikalaibineng serupa dengan motif kaum aristokrat Bugis dan Makassar penganut aliran tarekat Khalwatiyah Syekh Yusuf. Raja Bone XXIII, La Tenri Tappu Ahmad Salih Syamsuddin (1775-1812) menurut Martin van Bruinessen pada The Tariqa Khalwatiyya in South Celebes, disebut sebagai salah seorang raja penganut tarekat Khalwatiyah. Tetapi sang raja menghalangi masyarakat awam mempelajarinya agar pengetahuan spiritualnya tetap menjadi hak istimewa seorang raja dan kalangan istana.
Kalangan santri, lanjut Hadrawi, paling berjasa mengembangkan pengetahuan Assikalaibineng, kemudian menjadikannya sebagai strategi untuk bersentuhan dengan birokrasi kerajaan hingga puncaknya berhasil mengintegrasikan hukum syariat Islam ke dalam sistem hukumpangadereng Bugis dan Makassar, menjadi sistem hukum adat Sara` dan Rahim.
Berbeda dengan kitab berisi pengetahuan seksual seperi Serat Centhini,Assikalaibineng, terang Hadrawi pada “Narratives of Sexuality in Bugis and Makassar Manuscripts”, IJAPS, Vol. 12 tahun 2016, merupakan tuntunan bagi keluarga menjalankan hubungan suami-istri dengan pengendalian nilai-nilai budaya Bugis dan sejalan dengan semangat nilai-nilai Islam.
“Konsep Assikalaibineng tidak memandang seks sebagai perilaku kacau dan bebas nilai, melainkan sebuah perbuatan manusia dengan nilai ideal berdasar pada nilai-nilai budaya Bugis dan sejalan dengan agama Islam,” imbuh Hadrawi.
Hubungan suami-istri seturut teks Assikalaibineng harus mempertimbangkan situasi, keadaan tubuh dan suasana jiwa sang isteri ketika sang suami mengajak persetubuhan. Sang suami diajarkan untuk memberi perlakuan etis terhadap isteri, apakah dirinya siap lahir dan batin untuk melakukan hubungan seks.
Pada naskah bertajuk Bunga Rampai Keagamaan dan Nikah Batin, koleksi ANRI Makassar berkode rol 33/40, tersua peringatan kepada suami agar memperhatikan kondisi istri ketika akan mengajak melakukan kegiatan suci bersenggama.
Narekko maelono patinroi pogauqni riolo`, Nasengengngi alena ricarinnai silaong riauni, Narekko mupatinroni pogaukenni nasengengngi alena ripatinro jemma ripaluppungi madeceng. (Jika kau menjelang tidur maka lakukanlah, Ia menganggap dirinya disayangi dan dicintai, Tapi, jika ia tidur dan kau bangunkan, maka dia menganggap dirinya sebagai budak, tak disayangi,” pada teks kode rol 33/40.
Setelah selesai, jangan buru-buru apalagi berpisah kamar karena akan menyakiti hati sang istri. Tidurlah bersama sang istri di dalam satu sarung setelah melakukan persetubuhan, sehingga dalam ungkapan Bugis dikenal pappuji pulana atau ‘cinta dan kasih sayang suami kekal dan tidak berubah’.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar