Tak terkecuali di wilayah Surakarta, ada sebuah tempat yang
bernama Pesanggrahan Langenharjo. Bangunan yang berlokasi di Desa Langenharjo,
Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo ini bisa ditemui sejarak 50 meter saja
dari bibir sungai Bengawan Solo. Bangunan berarsitektur khas Jawa itu pada
mulanya didirikan Susuhunan Paku Buwono IX pada 1870, yang baru dirampungkan
pada pemerintahan Susuhunan Paku Buwono X pada 15 Juli 1931.
Dulu, bangunan ini, seperti yang tersirat lewat namanya,
diartikan sebagai “tempat persinggahan yang nyaman dan damai.” Tak heran tempat
ini menjadi favorit tujuan rekreasi keluarga kerajaan Kasunanan Surakarta. Tak
hanya rekreasi, tempat tersebut juga digunakan sebagai tempat meditasi sang
raja.
Ini terlihat dari ruangan khusus bernama Sanggar Pamujan
yang digunakan untuk bersemadi sebagai sarana memperoleh wangsit atau ilham.
Khusus semadi ini, hingga hari ini, masih banyak orang-orang yang sengaja
melakukan tapa brata di tempat tersebut. Mereka memilih hari-hari tertentu
untuk melaksanakan ritual mencari wangsit dari penunggu Langenharjo.
Selain Sanggar Pamujan, di Pesanggrahan Langenharjo juga
bisa ditemui ruangan-ruangan lainnya seperti Pendapa Prabasana, Kuncungan,
nDalem Ageng, Pendapa Pungkuran, gudang senjata, ruang tamu, Kaputren, dan
Kasatriyan.
Air Hangat yang Menyejarah
Pada masa awal didirikan, kolam pemandian air hangat yang
terletak di belakang bangunan memang dijadikan sebagai tempat berendam keluarga
kerajaan. Karena alasan itulah tempat ini menjadi tujuan wisata favorit
keluarga bangsawan keraton Kasunanan. Memang, pemandian ini mengandung belerang
yang sangat bermanfaat bagi kesehatan kulit. Wisatawan yang berkunjung ke sini
juga diperbolehkan mandi air hangat, meski kadar kehangatannya tak seperti dulu
lantaran banyak saluran pipa tua yang mengalami kebocoran.
Perahu Jaka Tingkir
![]() |
Pemandian Tuk Langenharjo |
Kerangka perahu Jaka Tingkir yang ditemukan pada 2007 silam
di sekitar sungai Bengawan Solo juga menjadi “penunggu” pesanggrahan Langenharjo.
Perahu tersebut kali pertama ditemukan oleh seorang warga Desa Bulakan bernama
Paiman. Sedianya, sisa kayu perahu tersebut akan digunakan untuk merenovasi
masjid di desanya. Niat tersebut urung setelah perahu itu diketahui sebagai
cagar budaya.
Perahu
kuno tersebut terdiri atas 21 batang kayu, yang apabila dirangkai akan
membentuk sebuah perahu. Konon usia perahu yang ditemukan di jalur transportasi
dan perdagangan pada masa Susuhunan Paku Buwono X itu berkisar antara 300-400
tahun. Proses pemindahan perahu dilakukan dengan ritual pembacaan doa oleh
salah seorang pengageng Keraton Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar