Ritual hubungan intim dengan
selingkuhan, pada saat menjalani laku ritual di Gunung Kemukus,
tidak hanya menjadi mitos kontroversi yang kian hari kian menarik untuk di
kupas dan di simak. Meski kerap cerita tersebut di tulis berdasarkan versi
mitos dan sejarah, tetapi terkait dengan cara ritual melakukan hubungan seks dengan
selingkuhan di Gunung Kemukus, rupanya selalu memiliki daya tarik
untuk di simak. Proses ritual seperti itu, di kalangan masyarakat Jawa di kenal
dengan istilah ‘ Pesugihan Sebrah Lonte’ .
Jika
menelisik lebih dalam di beberapa versi cerita yang beredar di masyarakat
sekitar Gunung Kemukus, menyoal perjalanan hidup Pangeran Samudro dan
R.A. Ontrowulan, rupanya kisah hidup merekalah yang menjadi panutan para pelaku
ritual pada saat mereka ngalap berkah untuk tujuan keduniawian.
Sebagai
obyek wisata religi yang terletak di Kecamatan Sumberlawang, Sragen. Gunung
Kemukus berada di tepi luapan waduk Kedung Ombo. Oleh sebab itu apabila debit
air waduk dalam posisi penuh, para pelaku ritual harus menyeberangi waduk
dengan menggunakan jasa perahu milik warga, untuk lalu lintas keluar masuk
Gunung Kemukus.
Gunung
setinggi kurang lebih 300meter dari atas permukaan air laut ini, berada di
kawasan bukit kapur. Pada saat musim kemarau datang, penduduk hanya
mengandalkan hasil pertanian tanaman jagung. Sedangkan pada saat musim hujan
barulah mereka bercocok tanam padi. Selain hasil dari bercocok tanam, mencari
ikan di waduk juga menjadi salah satu mata pencaharian penduduk desa di sekitar
Gunung Kemukus.
Para
pelaku ritual yang datang ke Gunung Kemukus biasanya ramai pada waktu malam
Jumat Pon, dikarenakan pada malam itu adalah malam pasaran Gunung Kemukus.
Obyek
wisata religi yang menjadi andalan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen ini
memang penuh kontroversi dan dilematis. Di satu sisi menjadi aset pemasukan
bagi pemerintah daerah dan warga desa sekitar yang mengandalkan hasil dari
obyek wisata Gunung Kemukus. Namun di sisi yang lain Gunung Kemukus
menjadi ajang prostitusi.
Tahun
70an, prostitusi di Gunung Kemukus memang tak semarak era 90an. Seiring dengan
banyaknya para peziarah yang datang menjalani laku ritual Gunung Kemukus,
lambat laun berbagai aktifitas di sekitar Gunung Kemukus semakin komplek.
Kawasan perbukitan yang dulunya sepi, jauh dari aktifitas penduduk desa,
sekarang mulai ramai dan marak dikunjungi para pelaku ritual. Sampai pada tahun
90an, keberadaan Gunung Kemukus semakin hari semakin bertambah ramai.
Para
perempuan yang semula menjual diri dengan cara kasak kusuk, di era tahun 90an
mereka sudah mulai berani terang terangan. Bahkan para mucikari mulai menampung
mereka di warung warung yang di jadikan sebagai tempat penampungan di Gunung
Kemukus.
Kawasan
Gunung Kemukus yang semula sepi, mulai berubah menjadi perkampungan milik
warga dan pendatang. Banyak pendatang yang mulai mengontrak tanah dan rumah untuk
kegiatan hiburan malam dan prostitusi. Merebaknya prostitusi di Gunung Kemukus
di picu adanya kepercayaan ritual perselingkuhan atau hubungan seks yang
harus mereka lakukan setiap kali menjalani ritual di Gunung Kemukus. Hal
ini di lakukan agar mereka ( para pelaku ritual ) bisa mendapatkan kesuksesan
dan kekayaan.
Kepercayaan
seperti itu akhirnya menjadi salah satu fakor merebaknya prostitusi di
Gunung Kemukus. Di awali dari pasangan selingkuh dengan melakukan hubungan
intim di Gunung Kemukus, akhirnya para pelaku ritual yang tak memliki pasangan
selingkuh memakai jasa para wanita tuna susila untuk diajak berhubungan intim,
agar bisa mendapatkan kekayaan.
Tak
jarang ada juga perempuan yang mengaku warga sekitar mau di ajak kencan oleh
para pelaku ritual, demi harapan kerberhasilan mendapatkan kekayaan.
Karena jika berhasil, para pelaku ritual tidak akan mungkin melupakan jasa
peerempuan ini. Perselingkuhan dengan cara melakukan hubungan intim di Gunung
Kemukus, akhirnya membuat banyak wanita dari daerah lain datang dan menetap di
Gunung Kemukus.
Rumah
warga yang semula berfungsi sebagai rumah tangga biasa, banyak yang di sewa di
alihkan fungsikan menjadi rumah bordil, kafe dan rumah inap. Bahkan
beberapa rumah di jadikan tempat untuk pub dan karaoke. Obyek wisata yang
semula sakral dan religi mulai berubah menjadi komplek prostitusi, seiring
dengan merebaknya mitos hubungan intim dengan selingkuhan di Gunung
Kemukus bisa mendatangkan kekayaan.
Ritual
yang semula dipakai sebagai upaya untuk ngalap berkah, memohon berkah kemurahan
rejeki kepada Tuhan, akhirnya berubah menjadi tempat untuk berburu
kekayaan dengan cara selingkuh dan berhubungan intim. Sampai akhirnya,
Pemerintah Kabupaten Sragen menyapu bersih prostitusi di Gunung Kemukus.
Adanya
ritual hubungan intim dengan selingkuhan bukan tanpa alasan, karena mitos
perjalanan hidup Pangeran Samudro dengan Nyai Ontrowulan di beberapa versi
cerita tak lepas dari kontroversi cerita perselingkuhan. Berasal dari mitos
inilah akhirnya menjadi sebuah cara ritual yang dipercaya bisa mendatangkan
kekayaan. Karena bagi para pelaku ritual, tak sedikit orang orang yang
berhasil memperoleh kekayaan usai mereka melakukan ritual hubungan intim dengan
perselingkuhan di Gunung Kemukus selama tujuh kali malam Jumat. Puncaknya, jika
kesuksesan duniawi sudah mereka peroleh, maka salah satu pasangan yang sukses
tidak boleh melupakan pasanganya.
Dalam
beberapa versi cerita dikisahkan, Joko Samudro atau yang lebih di kenal dengan
nama Pangeran Samudro adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya V, yang lahir
dari ibu selir bernama R.A.Ontrowulan, atau yang kerap dipanggil Nyai
Ontrowulan. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Nyai Ontrowulan sebenarnya ibu
tiri Pangeran Samudro, yang kemudian keduanya jatuh cinta.
Dikisahkan,
pada saat kerajaan Majapahit runtuh, Pangeran Samudro tidak ikut melarikan diri
bersama dengan saudara-saudaranya. Pangeran Samudro memilih pergi ke Demak dan
belajar ilmu agama kepada Sunan Kalijaga. Beberapa lama berguru dengan Sunan
Kalijaga, Pangeran Samudro kemudian di suruh oleh Sunan Kalijaga pergi
berguru kepada Kiai Ageng Gugur dilereng Gunung Lawu, tepatnya berada di
daerah Jumantono.
Di
desa yang sekarang bernama Desa Pandan Gugur, Pangeran Samudro menimba ilmu
agama dan filsafat kepada Ki Ageng Gugur, guru yang tak lain adalah kakaknya
sendiri. Setelah beberapa tahun berguru kepada Ki Ageng Gugur, Pangeran Samudro
kemudian kembali pulang ke Demak Bintara. Dalam perjalanan pulang ke Demak
Bintara, Pangeran Samudro didampingi oleh dua orang abdi setia sembari
menyebarkan siar di setiap tempat yang disinggahinya.
Namun
saat berada dalam perjalanan, Pangeran Samudro jatuh sakit sampai
akhirnya meninggal dunia. Dua orang abdi Pangeran Samudo lalu menyampaikan
kabar berita duka ke Kerajaan Demak. Mendengar berita kematian
saudaranya, Sultan Demak Bintoro lantas menyuruh kedua orang abdi tersebut
menguburkan jasad Pangeran Samudro di tempat beliau wafat.
Oleh
kedua orang abdinya, Pangeran Samudro kemudian di makamkan di sebuah bukit yang
selalu tampak kabut hitam pada saat musim kemarau dan penghujan datang. Kabut
yang menyerupai bentuk kukusan itu, akhirnya menjadi nama bukit yang
kemudian di sebut dengan nama Gunung Kemukus
Mendengar
kabar kematian putranya, Nyai Ontrowulan kemudian memutuskan untuk pergi
melihat makam Pangeran Samudro. Setibanya di makam, Nyai Ontrowulan merebahkan
diri dan memperoleh petunjuk ghaib. Dalam petunjuk ghaib tersebut, Pangeran
Samudro berpesan’ Kalau ingin bertemu dengannya, Nyai Ontrowulan di haruskan
lebih dahulu mensucikan diri di sendang yang tak jauh dari Gunung Kemukus.
Usai
mensucikan diri di sendang, Nyai Ontrowulan mengurai dan mengibaskan rambutnya.
Dari kibasan rambut Ontrowulan berjatuhan bunga bunga penghias rambut. yang
kemudian tumbuh menjadi pohon Nagasari.
Usai
menyucikan diri di sendang, Ontrowulan kemudian muksa jiwa dan raganya.
Sedangkan Sendang yang pernah di pakai untuk sesuci, sekarang di kenal
dengan nama Sendang Ontrowulan.
Di
versi yang lain juga di kisahkan, runtuhnya kerajaan Majapahit pada tahun
1478 di gantikan kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Konon di
ceritakan Raden Patah mempunyai putra bernama Pangeran Samudro yang berperilaku
kurang terhormat, karena jatuh cinta kepada ibunya sendiri, R.A.Ontrowulan.
Namun
cinta Pangeran Samudro rupanya juga diterima oleh ibunya. Ketika Raden
Patah mengetahui hubungan ibu dan anak tersebut, Pangeran Samudro dicari dan
diburu sampai di Gunung Kemukus. Sementara itu, Ontrowulan yang terlanjur
jatuh cinta kepada anaknya, nekad meninggalkan Demak untuk mencari
anaknya.
Pencarian
Ontrowulan akhirnya di pertemukan dengan Pangeran Samudro, lalu terjadilah
suatu pertemuan yang menyedihkan. Keduanya melakukan hubungan intim yang
seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang ibu dan anak..
Sementara
itu, kisah perburuan Pangeran Samudro terus berlanjut oleh para prajurit Demak.
Sampai akhirnya keberadaan mereka berdua di ketahui di Gunung Kemukus dan
berhasil di bunuh oleh prajurit Demak.. Tetapi pada detik detik terakhir
sebelum menghembuskan nafas terakhirnya Pangeran Samudro berucap ,
“Bagi siapa saja yang mempunyai
keinginan atau cita-cita, untuk mendapatkannya harus dengan sungguh-sungguh,
mantap, teguh pendirian, dan dengan hati yang suci. Jangan tergoda oleh
apa pun, harus terpusat pada yang dituju atau yang diinginkan. Dekatkan dengan
apa yang menjadi kesenangannya, seperti akan mengunjungi idamanya ( Dhemenane,
Pacar gelap; selingkuhan )”.
Di
versi yang lainnya lagi juga diceritakan, Pangeran Samudro adalah putra tertua
istri resmi Prabu Brawijoyo dari kerajaan Majapahit. Setelah menginjak dewasa,
Pangeran Samudro di suruh pergi ke dunia luar untuk mengumpulkan berbagai
pengalaman yang kelak akan ia pergunakan di kehidupan nantinya. Beberapa tahun
berada di dunia luar, Pangeran Samudro kemudian kembali ke istana dan ia
jatuh cinta kepada salah seorang selir ayahnya yang bernama R.A. Ontrowulan.
Karena
ketampananya, cinta Pangeran Samudro kemudian diterima. Ketika mengetahui
anaknya mencintai selirnya, Prabu Brawijaya sangat marah dan mengusir Pangeran
Samudro beserta Ontrowulan keluar dari keraton. Keduanya lantas menetap di
Gunung Kemukus sebagai suami-istri yang bahagia.
Tak
jauh dari puncak Gunung Kemukus, terdapat sebuah sendang yang sangat disukai
oleh R.A. Ontrowulan. Di sendang itu pula Ontrowulan seringkali menghabiskan
waktunya duduk bermeditasi sepanjang hari. Menurut cerita, konon sendang
tersebut dibuat dengan cara menancapkan sebatang tongkat ke dalam tanah.
Sedangkan pohon-pohon besar yang menjadi hutan lebat di sekeling sendang,
diyakini oleh penduduk desa berasal dari bunga-bunga pengikat rambut
R.A.Ontrowulan.
Kian
hari kebahagian mereka terus berjalan, sampai pada suatu ketika Ontrowulan
ingin pergi bertapa di sebuah tempat yang jauh untuk waktu yang lama, Pangeran
Samudro yang kesepian di tinggal Ontrowulan, lantas jatuh sakit dan meninggal
dunia. Oleh penduduk desa, jenazahnya kemudian dimandikan di sendang dan
dimakamkan .
Ketika
kembali dari bertapa, Ontrowulan lebih dulu mampir mandi di Sendang kemudian
pergi ke puncak Gunung Kemukus menemui suaminya. Namun alangkah kagetnya, saat
mengetahui penduduk desa baru saja menguburkan jasad suaminya.. Perasaan sedih
menusuk hatinya, sampai akhirnya Ontrowulun turut menyusul suaminya.
Beberapa
tahun sejak kepergianya, Pangeran Samudro menampakkan diri secara ghaib
dalam penglihatan tokoh tetua adat desa. Saat itu Pangeran Samodra berpesan
pada tetua desa, bahwa ia akan memenuhi keinginan setiap orang yang
datang ziarah ke makamnya dengan membawa bunga, namun dengan syarat bahwa orang
itu harus memiliki pasangan.
Konon
dari mitos ini para pelaku ritual mempercayai, jika mereka datang dengan
pasangan menjalani ritual di makam Pangeran Samodra, maka keberhasilan akan
cepat di capai. Makna pasangan di artikan selingkuhan bagi para pelaku ritual
yang belum memiliki pasangan maupun yang sudah memiliki pasangan. Sedangkan
mendekatkan diri pada kesenangan yang di tuju, di tafsirkan sebagai tujuan
perselingkuhan, tak lain hanyalah untuk hubungan intim.
Mitos
ini semakin lama semakin berkembang dan men-tradisi dikalangan para pelaku
ritual. Karena di dukung dengan banyaknya para pelaku ritul yang berhasil
sukses memiliki kekayaan usai mereka menjalani laku ritual dengan pasangan
selingkuh. Oleh karena itu tak dipungkiri, di era tahun 70an banyak pelaku
ritual yang melakukan hubungan intim di sekitar makam, usai mereka menjalani
ritual di Gunung Kemukus.
Namun
seiring dengan merebaknya aktifitas di sekitar makam, dan semakin banyaknya
tempat yang bisa di sewa untuk melakukan hubungan intim, makin lama Gunung
Kemukus berubah menjadi prostitusi berbalut wisata religi. .
‘Kondisi
seperti itu sekarang sudah mulai berubah, sejak segala kegiatan prostitusi yang
ada Gunung Kemukus di tutup secara resmi oleh aparat pada akhir tahun 2014’
Ujar Warti, salah seorang pemilik rumah di sekitar makam.
‘Secara
tegas Pemerintah Kabupaten Sragen melarang aktifitas dan kegiatan Prostitusi di
Gunung Kemukus’ Tambahnya
Tak
dipungkiri, sampai saat ini keyakinan ritual dengan selingkuhan bisa
mendatangkan kekayaan di Gunung Kemukus memang sudah mentradisi di kalangan
para pelaku ritual. Bahkan penduduk sekitar menganggap hal tersebut adalah
sesuatu hal yang biasa, karena mitos yang melekat di Gunung Kemukus
Padahal
jika di cermati lebih jauh makna ucapan Pangeran Samodra sebelum beliau
meninggal bisa di artikan, bahwa untuk mendapatkan sebuah keinginan, seseorang
harus teguh dan sungguh sungguh melakukannya, mantab, tidak goyah dan tergoda
oleh segala godaan, harus konsentrasi kepada sesuatu yang dituju agar bisa
mendapatkanya. Dekatkan dengan yang menjadi kesenangan, bahwa segala daya upaya
tersebut haruslah sesuatu yang dekat dengan apa yang di harapkan, perbanyak doa
dan permohonan kepada Tuhan, agar memudahkan meraih keinginan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar